Eksistensi Mercedes-Benz C-Class di dunia otomotif cukup terlambat. Skema pembagian kelas baru terdefinisi pada medio 90an. Setelah musuh bebuyutan sudah tegas mematok segmen, dan lebih dulu bermain di ranah sedan eksekutif kompak. Begitupun di Indonesia, sedan kompak baru dilancarkan Mercedes kala milik BMW memasuki generasi ke-2. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Di awal perkenalan ada satu varian yang namanya cukup dikenang karena nomenklatur dapat dieja. Ialah C180, punya panggilan sayang “Cibo”. Kasta terbawah dari C-Class, membawa nama besar Mercedes-Benz yang kaya akan kualitas. Begini jalan hidupnya.
W202 menandakan titik awal dari C-Class, tapi bila disebut sebagai nenek moyang tampaknya bukan. Karena sedan kompak Mercedes sendiri diinisiasi oleh 190E. Kendati begitu, kalau berbicara pasar lokal, ia merupakan entry level Mercedes Benz pertama yang resmi dipasarkan. Permulaan panggilan Cibo berkumandang di publik dengan hadirnya C180 pada 1994.
Langkah Mercedes memasarkan C180 mungkin akibat melihat kesuksesan kompetitor di segmen ini. Siapa lagi kalau bukan BMW 318i. Sedan kompak mewah trim bawah ternyata cukup digandrungi lantaran diselimuti gengsi merek. Maka dari itu, tipe terbontot dibawa dengan dua trim: Classic dan Esprit.
Bentuk tubuh masih membawa nuansa 80an. Mengotak dan tegas namun sudut mulai melembut. Lampu belakang segitiga berukuran besar tumpah ke quarter panel belakang. Ini menjadi ciri khas W202. Untuk C180, rancangan luar cukup basic. Lis bodi hitam polos tidak diberikan ornamen krom sama sekali. Sepatu juga terlihat sangat moderat berupa pelek kaleng ditutup dop plastik. Ini dapat diterima sebab lambang three pointed star berdiri di ujung bonnet berpidato soal kualitas.
Pun begitu masuk kabin, nuansa standar dapat dirasakan. Jok berbahan fabric dijahit dengan pola kotak bagai gim 8-bit pixel. Tak banyak pula fitur dibawa, hanya perlengkapan standar ala mobil Eropa di zamannya. Seperti power window, electric mirror, defogger dan headlamp leveling. Meski begitu, material lain sudah pasti bukan plastik murahan, mayoritas berbahan soft touch. Dan yang penting ada Airbag.
Urusan pemacu daya dipersenjatai unit M111 berkapasitas 1.800 cc naturally aspirated. Catatan output mencapai 122 PS berikut torsi 170 Nm. Tidak terlalu bertenaga tapi tidak juga boyo. Jantung ini kemudian mendapat revisi pada sektor sistem pasokan udara dan ECU.
Baca Juga: 5 Mobil Legendaris Buruan Kolektor Ini Lahir Berkat Rayuan Saudagar
Generasi penerus datang di awal 2000an membawa desain anyar. Profil mengotak dilengserkan agar menyajikan nuansa modern di perubahan millennium. Maka dari itu, rancangan keseluruhan minim sudut dan didominasi oleh garis melengkung. Walau desain berevolusi, ada satu elemen dibawa dari W202 yakni lampu belakang segitiga memenuhi sisi terluar. Sisanya beda total bahkan mendapat julukan peanut eyes karena headlamp berbentuk cangkang kacang tanah.
Sama halnya kala memasuki interior. Kontur menggembung dan serba membulat. Mulai dari titik ini C180 tidak lagi dibiarkan sederhana. Disediakan ornamen kayu sebagai lambang kemewahan. Bahkan fitur jauh lebih lengkap lewat automatic climate control, cruise control, sampai pengaturan bangku elektrik, walau hanya untuk ketinggian dan kemiringan sandaran.
Kecanggihan teknologi turut berperan dalam membangun image C180 agar tidak terlihat biasa saja. Ada audio steering switch dan handsfree telephone disertai tombol pengaturan layar MID. Tak hanya itu, tombol di anak kunci dapat digunakan untuk membuka bagasi. Untuk standar mobil 2000an ini tentu barang spesial.
C180 era ini tetap menjadi trim bawah tapi mesin tidak dibiarkan ‘underpower’. Tujuan satu, memenuhi ekspektasi mobil Eropa. Disambutlah peranti peningkat tenaga Supercharger untuk melengkapi sistem pasokan udara. Mereka sebut Kompressor. Mesin 1.800 cc juga tidak lagi menggendong unit M111, melainkan M271 sebagai bagian penyempurnaan. Hasilnya, tenaga 145 PS beserta torsi 220 Nm keluar dari unit empat silinder.
Baca Juga: Histori Mesin Diesel Mercedes-Benz, Pelopor untuk Mobil Penumpang
Bergulir ke W204, C180 tidak terlihat sama sekali batang hidungnya di awal peluncuran 2008. Seakan dihapus dari portofolio Mercedes Indonesia. Pada 2011, berbarengan dengan facelift, dibawa juga akhirnya sedan kompak Bintang paling bontot. Ada skenario pemasaran yang cukup mengherankan pada C180 W204. Trim terendah ini dijual sebagai edisi terbatas, konon hanya 80 unit dipasarkan.
Entah mengapa Mercedes melakukan hal ini. Padahal secara potensi baik itu mesin maupun fitur mendapat pengembangan. Contoh di sektor jantung pacu. Mesin M271 dari generasi sebelum sanggup mengail tenaga hingga 156 PS pada 5.000 rpm. Sudah jelas lebih besar. Juga torsi ditingkatkan menjadi 250 Nm. Transmisi pun diganti, mengusung girboks 7 percepatan 7G-Tronic.
Fitur kabin sedikit ditambahkan dari model sebelum. Terdapat layar multimedia di tengah dengan konektivitas USB dan Bluetooth. Ya, bukan sistem touchscreen, dan layar terbilang kecil di balik kap panel instrumen. AC Dual Zone dengan penampang digital terintegrasi di konsol tengah. Setidaknya, ia berusaha menunjukkan perkembangan. Sama seperti versi sebelum, tersedia pula cruise control serta electric seat.
Kelengkapan yang dibawa terbungkus dalam kabin bernuansa mewah. Bayangan hitam mendominasi seisi kabin. Sebagai edisi terbatas dan bergaya, ditambahkan aksen putih di beberapa titik seperti bagian bawah setir, sebagian kecil di dasbor dan door trim. Kontras.
Terkait rancangan luar, W204 tunjukkan suatu pendewasaan. Desain tidak terlalu membulat dan memiliki diferensiasi jelas dari kelas atas. Ya soal desain memang tergantung selera tapi menurut kami ini merupakan C-Class dengan desain terbaik. Selain itu, karena edisi terbatas, Mercedes menyematkan pelek 17 inci di balik rumah sepatbor.
Baca Juga: 4 Mercedes-Benz Berpintu Gullwing, Melegenda dan Terus Berevolusi
Sampailah kita di generasi terakhir. Lagi-lagi Mercedes tidak mengenalkan secara langsung C180 di awal mendebut 2015. Baru pada 2020 ini C180 kembali dituliskan dalam portofolio produk. Ia pun terlahir sebagai sedan paling terjangkau di seluruh line up Mercedes. Lebih murah ketimbang A-Class Sedan. Tenang saja, kini bakal mejeng secara permanen di showroom kalau berminat untuk meminang.
Dari W204 ke W205 pergeseran teknologi C180 sangat jelas terasa. Ia beradaptasi dengan tren terkini melalui penggunaan dua layar besar sebagai panel instrumen dan sistem multimedia 10,25-inci di tengah. Disediakan konektivitas dari Bluetooth sampai smartphone mirroring. Pengaturan ini terlaksana lewat tiga titik: kenop putar, touchpad, dan setir. Sebagai tambahan kecanggihan, layar instrumen panel bukan sebatas penampil informasi utama, dapat memberikan imaji navigasi dan data tambahan lain melalui animasi.
Permainan teknologi dilakukan sampai ke eksterior berwujud S-Class terkena senter pengecil Doraemon. Tidak, tidak sekecil itu, hanya saja ia melenggok persis bak S-Class atau E-Class. Sekilas nyaris tidak ada perbedaan. Ada keuntungannya di sini, kala anda mengendarai C-Class mungkin orang mengira itu sebuah Sonderklasse. Kembali ke teknologi, pendar LED high performance melekat di headlamp. Dioda penghasil cahaya ini juga tampil di buritan.
Jantung pacu mendapatkan unit anyar, bukan M271 apalagi M111. C180 W205 memanfaatkan pemacu empat silinder turbo M264. Kubikasinya tidak sebesar nomenklatur, hanya 1,6-liter. Tapi buncahan tenaga tidak perlu diragukan, setara dengan M271 dengan Kompressor alias supercharger. Outputnya persis versi W204, menorehkan 156 PS dengan torsi puncak 250 Nm.
Begitulah perjalanan “Cibo” selama empat generasi. Eksistensi di dua sasis terakhir seakan dijadikan anak tiri oleh Mercedes. Baru dikeluarkan beberapa tahun dari peresmian awal. Lantas bila generasi penerus mendebut dan resmi mengaspal, akankah Cibo dikenalkan di awal? Bisa jadi, mengingat C180 dikembalikan sebagai model permanen di W205. (Krm/Odi)
Baca Juga: Meretas Sejarah Panjang SUV Mercedes-Benz
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.