Sering Dipandang Sebelah Mata, Padahal Deretan Motor Ini Punya Daya Tawar Tinggi
Punya daya tawar hebat tak berarti otomatis jadi favorit. Malah dalam beberapa kasus motor cenderung tak begitu laku, atas alasan berbagai faktor. Misalnya deretan spesies berikut. Meski terbilang mengesankan, pamornya biasa saja. Meliputi skutik kecil sampai moge klasik.
Suzuki Address
Yang pertama adalah Suzuki Address. Sudah pasti ia jarang disinggung saat membahas segmen pemula, terutama kelas 110 cc. Lagi-lagi Honda Beat, Genio, Scoopy, merajai jalanan kota. Disusul jajaran motor Yamaha, semacam Freego dan Mio yang bermesin 125 cc. Bahkan bisa dibilang kalah dari teman satu pabrik, Suzuki Nex II.
Padahal Address tak kalah menarik dari mereka. Malah ada satu hal tak bisa diberikan produk lain: Bagasi superbesar. Ya, kapasitas tampung mencapai 20,6-liter. Artinya jauh di atas rata-rata, hampir menyentuh angka skuter Maxi. Jangankan helm half face, helm full face tipe tertentu muat di dalam sana. Lantas dari segi harga pun masih kompetitif, mulai Rp 17,075 juta – Rp 17,550 juta OTR Jakarta. Sewajarnya nilai jual entry level.
Ia turut dikemas dalam ragam pilihan kelir. Total ada sepuluh. Empat di antaranya memiliki finishing matte, yakni Stellar Blue, Summer Red, Fibroin Grey, serta Titanium Silver. Sementara yang glossy ada enam opsi: Macho Bright Blue, Majestic Gold, Aura Yellow, Stronger Red, Luminous Orange dan Hyper Pink. Mayoritas komposisi warna ini jarang ditemukan di merek lain.
Memang, desain cenderung konservatif meski masih enak dilihat. Suzuki pun tak memberikan basa-basi fitur elektronik melimpah. Panel instrumen saja masih full analog. Perihal power outlet, Idling Stop System, lampu LED dan lain sebagainya pun absen.
Kalau dapur pacu, kurang lebih seimbang dengan rival. Tidak kekurangan. Memangku mesin 113 cc SOHC overstroke, mencatat output 9,3 Hp. Sementara kapasitas bahan bakar terbilang besar, 5,2 liter. Tenang, walaupun tampak gendut, beratnya cuma 95 kg. Harusnya tenaga segitu cukup-cukup saja.
Kawasaki W250
Kawasaki W250 mungkin sedikit asing di telinga Anda. Tak aneh, karena saat lahir, mereka menamakannya Estrella. Saat itu, di Indonesia belum ada line up W series yang dimasukkan secara resmi. Setelah hadir W175 dan W800, akhirnya titel pun ikut diseragamkan. Ya, inilah cruiser klasik 250cc yang kalah pamor dengan adiknya. Keberadaannya tak begitu mendapat respons bagus, hanya kalangan tertentu saja yang mau meminangnya.
Banyak nilai menarik soal tunggangan retro nan gagah satu ini. W series tampil sederhana. Ia bak tanah liat yang nantinya bisa dipahat sendiri. Motor ini bisa memenuhi hasrat pecinta custom atau yang tak suka tampil mencolok. Konfigurasi lampu bundar, stoplamp oval dan sein terpisah. Begitupun tangki bulat dan jok panjang berbusa tebal. Mudah sekali dipersonalisasi. Bahkan jika hanya mengganti profil ban dan knalpot saja, Anda bisa berlenggok bangga mengendarainya.
Mengenai dimensi, nampak lebih maskulin dan proporsional. Terkadang sang adik terasa terlalu kecil apalagi untuk postur tubuh yang agak besar. Total panjangnya mencapai 2.075 mm, sementara lebar 755 mm dan tinggi 1.055 mm. Bobotnya yang 163 kg juga tak perlu dihebohkan, karena jarak jok ke tanah hanya berkisar 735 mm, alias pendek. Postur tubuh tidak terlalu tinggi pasti sanggup memijak tanah sempurna.
Urusan rangka, layaknya motor klasik. Konstruksi utama ditopang oleh model semi double craddle. Dikawinkan juga dengan fork teleskopik 39 mm di depan, lalu di belakang tertopang suspensi ganda. Ramuan ini sudah relevan dengan habitat motor di jalanan aspal dengan gaya mengendara santai. Mungkin kalau dibawa menikung ekstrem rigiditasnya terasa kurang. Sebaliknya, redaman terhadap jalan jelek mestinya berkarakter empuk. Ditambah busa jok yang cukup tebal. Untuk dibawa turing juga menunjang, berkat kapasitas tangki sebesar 13 liter.
Amunisi yang disiapkan pun jauh lebih baik ketimbang sang adik. Mesin satu silinder 250 cc SOHC sanggup memproduksi tenaga 17,7 Hp/7.500 rpm dan torsi 18 Nm/5.500 rpm. Perlu diketahui, ukuran diameter silinder dan langkahnya 66 x 73 mm. Jelas terlihat, ia disiapkan untuk mengejar torsi putaran bawah, berkat racikan stroke yang lebih besar. Lantas sistem suplai bensin pun sudah modern dengan injeksi. Namun kompresinya tidak dibuat padat, di rasio 9:1. Catatan output itu sebetulnya tidak bisa dibilang impresif. Tapi setidaknya, jauh lebih unggul ketimbang W175. Mereka yang butuh performa lebih, masih bisa menikmati.
Bicara layanan aftersales, jelas terpercaya. Setidaknya ketimbang kompetitor sekelas semacam Cleveland dan Benelli. Showroom dan ketersediaan spare part pastinya tersaji pada diler Kawasaki di seluruh Indonesia. Tak perlu pusing dengan itu.
Mungkin, menjadi kurang pamor karena harganya lumayan mahal. Kawasaki menjualnya Rp 74,9 juta OTR Jakarta. Nominal ini lebih dari dua kali lipat harga W175. Fasilitas yang diberikan juga tak begitu banyak. Alih-alih mempertahankan gaya klasik, malah terasa minim fitur. Kami tidak ribut soal panel instrumen analog, itu memang gaya khasnya. Begitupun urusan pencahayaan yang masih mempertahankan bohlam. Agak aneh bukan, kalau melihat motor seperti ini bercahayakan LED?
Tapi lihat sektor penahan laju. Jangan harap ada sensor ABS yang menjaga ban supaya tidak terkunci. Cakram saja baru tersedia di depan. Pengereman belakang masih mengadopsi model teromol. Lantas mesinnya pun hanya berkonfigurasi satu silinder, niscaya suara yang keluar dari knalpot tidak indah. Plus catatan output yang standar. Walaupun memang lebih baik ketimbang W series terkecil.
Baca Juga: Pilihan Skutik yang Punya Fitur Paling Kekinian
Kawasaki W800
Kami cukup percaya diri mengatakannya sebagai subtitusi dari Triumph Bonneville. Kawasaki W800 bukan motor tak punya sejarah. Ia legendaris. Sudah eksis sejak puluhan tahun lalu meski popularitasnya kalah dengan motor Eropa. Padahal, kemampuannya tak kalah hebat. Apalagi dibanderol Rp 291 juta OTR Jakarta, alias ekonomis.
Sebagai informasi, ia sudah bertransformasi dari versi lama. Yang menjadi pembeda dari versi sebelum, tangki dan box aki dilabur hijau. Atau kami lebih suka menyebutnya dengan British Racing Green. Ya, kelir yang sangat pas diberi pada sepeda motor model begini.
Selain itu, Grafis yang sebelumnya dibuat meruncing, kini digambar lebih halus. Proporsional dengan emblem W yang menempel pada plat krom. Mirip seperti W175. Cover karet di samping juga berpadu indah melengkapi kesan klasik motor.
Ubahan juga terlihat di headlamp. Yang sebelumnya polos, sekarang jeroannya bak dibilah empat. Sumber pencahayaan pun sudah LED. Otomatis lebih hemat daya dan memiliki sorot pencahayaan lebih baik. Sementara stop lamp, tetap berbentuk oval. Begitu juga konfigurasi sein terpisah.
Tampilan lawas tersimak pula pada beberapa ornamen. Ring lampu, spakbor, pelek, hingga pewarnaan blok mesin seluruhnya silver dan kromium. Menggantikan aksen-aksen hitam yang sebelumnya tertera.
Karena ini sebuah roadster klasik, posisi duduk dibuat nyaman. Stang lebar dan jok tebal mestinya membuat pengendara nyaman walaupun berkendara jarak jauh. Konfigurasi roda juga dibuat 19-18 inci supaya memberikan kestabilan baik.
Pada dashboard, dua instrumen analog menunjukkan putaran mesin dan kecepatan. Ada juga layar digital menunjukkan informasi penting. Begitupun beberapa sensor fundamental di sekeliling takometer.
Soal teknis, masih sama. Bekalan mesin dua silinder 773 cc SOHC bertumpu kuat di rangkanya. Besaran outputnya juga tak main-main. Tenaga maksimal sebesar 51 hp bisa tercapai pada 6.500 rpm. Torsinya juga melimpah, 62,9 Nm di 4.800 rpm. Langkahnya memang dibuat lebih panjang (77 x 83 mm). Sehingga gapaian torsi mudah dan buas.
Jangan ragu soal perangkat penjinak tenaga. Bukan, maksud kami bukan kontrol traksi. Ini motor bergaya klasik, tak pantas pakai perangkat semacam itu. Melainkan disc brake 295 mm di depan dan 242 mm di belakang sudah terkoneksi ABS. Proses deselerasi keras tak usah dikhawatirkan. Untuk jenis seperti ini, rasanya sudah cukup. Tak perlu embel-embel elektronika modern, karena bisa menghilangkan esensinya
Kymco X-Town dan Downtown
Selain Honda Forza dan Yamaha Xmax, sebetulnya pabrik dari Taiwan punya amunisi kuat. Serta dikemas dalam harga masuk akal. Kemampuan serta desainnya juga enak dilihat. Seharusnya mudah disukai. Mungkin, akibat nama brand tak terlalu dikenal masyarakat populasinya jarang.
Adalah Kymco X-Town dan Downtown. Keduanya main di segmen skuter 250 cc, tapi sedikit diberi diferensiasi. SIngkatnya X-Town versi lebih murah sementara Downtown agak mahal. Meski tak begitu jauh. Namun, sumber jantung pacunya lain.
Secara garis besar area teknis memang mirip, satu piston dengan pembulatan 250 cc. Namun ternyata unsur-unsur detail memiliki diferensiasi, hingga mengeluarkan output berbeda pula. Downtown lebih optimal di sektor ini. Penyebab pertama, blok mesin sudah bermaterial keramik. Ditambah ada perbedaan jumlah klep. Mesin 246,3 cc SOHC bertipe 4-valve, bukan dua seperti X-Town. Hasilnya ia bisa mengeluarkan daya 22,9 Hp/7.750 rpm dan torsi 23,14 Nm memuncak pada 6.000 rpm. Karakternya pun lain. Komposisi langkah dibuat lebih panjang, atau overstroke. Yang seharusnya agresif sejak putaran bawah sampai menengah.
X-Town agak downgrade, sebab tak memakai blok keramik dan memiliki katup lebih sedikit. Karena itu tenaga maksimal hanya menoreh 20,6 Hp di 6.500 rpm, serta torsi maksimal 21,5 Nm pada 6.500 rpm. Bahkan padanan silinder jauh berbeda. Lebih besar diameter ketimbang langkah (72,7 mm x 60 mm), alias overbore.
Kalau soal penyuplai bensin jelas keduanya menggunakan sistem injeksi. Suhu mesin pun sama-sama didukung radiator. Dan soal kapasitas tampung bahan bakar, keduanya sanggup menelan 12,5 liter bensin. Cukup besar untuk diajak bertualang, sesuai titelnya.
Perihal kenyamanan tak perlu ditanya lagi. Kedua motor benar-benar lega. Kursi pengendara dan penumpang terpisah undakan tinggi. Dapat sekaligus menyangga pinggul supaya nyaman berlama-lama. Material jok juga memakai busa empuk berbungkus motif kulit.
Area dek pengendara dijamin leluasa. Salah satu khas skutik berukuran ini, ada tambahan pijakan sampai depan. Kaki dapat direnggangkan jika sewaktu-waktu diperlukan. Plus, keduanya punya windshield tinggi – mengempas angin saat perjalanan jauh.
Ruang penyimpanan? Baik X-Town dan Downtown punya bagasi super besar. Begitu Anda membuka jok, tersedia tempat yang muat untuk diisi helm full face dan half face sekaligus. Tengahnya pun masih sisa buat menyimpan perlengkapan harian lain. Lebih praktis lagi, ketika jok dibuka ditopang batang shock, memudahkan proses pengakomodiran barang.
Kalau secara fisik, panel instrumen tampak mirip. Pasalnya kedua motor mengenakan kluster analog untuk penunjuk kecepatan dan putaran mesin, sementara sisanya dipresentasikan pada layar tengah. Baru saat dinyalakan ketahuan, X-Town memiliki lebih sedikit data ketimbang Downtown.
Hanya tertera informasi voltase aki, waktu, suhu, odometer dan dua trip meter. Punya Downtown berpenampilan lebih atraktif, sekaligus lengkap. Di samping hal disebutkan tadi, ada data konsumsi bahan bakar rata-rata, pengingat ganti oli, sampai temperatur mesin.
Justru di area bawah Downtown ketinggalan. X-Town memasang ABS dua kanal pada cakram tiga piston 260 mm di depan dan 240 mm di belakang. Sayangnya sang kakak sama sekali tak punya. Padahal sudah menjadi perangkat wajib, apalagi di skuter senilai ini.
Lantas urusan pencahayaan, mereka serempak memakai bohlam H7 untuk lampu utama. Belum LED. Namun bagian sisi mika sama-sama dihias DRL. Baru di belakang, semua diberi cahaya dioda, lengkap sampai sein.
Kelekatan manusia dengan gawai turut diakomodir, atas disediakannya soket listrik. Malah tipenya USB Port, tak butuh konektor tambahan lagi. Lubang di kiri laci cukup untuk diletakkan handphone, bahkan ada penutup serta pengunci. Hal ini begitu fungsional, mengingat jenis motor memang untuk dibawa jalan jauh. Paling tidak aman dari cipratan air.
Satu hal lagi yang membedakan tentu harga. X-Town diposisikan sebagai kelas pemula 250 cc, karena itu banderolnya Rp 62,5 juta OTR Jakarta. Meski begitu, soal perangkat deselerasi selangkah di depan. Sementara Downtown, dengan keunggulan performa serta kelengkapan data layar instrumen, dijual Rp 68 juta OTR Jakarta.
Baca Juga: Pilihan Skutik Honda dengan Speedometer Digital
Honda Forza
Jangankan Kymco, Forza sendiri tak bisa dibilang super populer. Kalah dari Yamaha Xmax. Mungkin akibat banderol Rp 83,810 juta OTR jakarta-nya. Tapi terlepas itu, ia beda dari yang lain. Rasanya nilai tinggi seiring dengan konsep mewah dan kecanggihan motor.
Keistimewaan dapat langsung disimak dari penampilan. Bentuk Forza kental nuansa elegan ketimbang sporty. Panel dual tone dengan aksen matte blue berpadu putih seakan menggambarkan kemajuan teknologi, begitu futuristik. Tatapan mata LED pun memancar cahaya dramatis, lengkap bersama hiasan DRL.
Serangkai fitur canggih sengaja ditumpah-ruahkan Honda tanpa memisahkan trim level. Supaya konsumen hanya bisa menikmati yang terbaik dan merasakan keunggulan Forza. Dari mulai perangkat elektronik penjaga laju, sampai tombol untuk mengatur beberapa benda.
Ya, demi menjinakkan output torsi mesin 250 cc disediakan Honda Selectable Traction Control (HSTC). Fungsinya jelas meminimalisir suplai tenaga berlebih ke roda belakang, sehingga gas dipelintir keras pun tak perlu khawatir selip. Pun kalau mau mematikan, tinggal tekan tombol. Seketika motor memberi transfer daya maksimal ke roda, tanpa filter. Sensor turut bekerja dengan ABS dua kanal depan belakang. Komplet.
Fitur menarik lain ialah proses naik turun windshield dioperasikan tombol elektrik. Rasanya tak ada lagi skuter sekelas menyediakan ini. Mika pelindung angin itu dengan mudah disesuaikan kebutuhan, belum lagi dimensinya tinggi dan besar. Tak perlu pula nak kunci untuk nyala mesin. Cukup kantongi remote dan putar kenop, mesin langsung bisa nyala. Smart key ini turut berfungsi sebagai answer back system dan alarm. Panel instrumen gabungan digital analog, informasi yang disampaikan begitu komplet sampai data konsumsi bahan bakar real time dan rata-rata.
Kendati terlihat bongsor, kalau dihitung angka dimensi Forza lebih ramping dari Xmax. Panjangnya 2.142 mm, lebar 754 mm, serta tinggi 1.472 mm. Lantas joknya 780 mm alias lebih rendah dari punya pabrikan garpu tala, 780 mm. Postur standar pastinya tetap jinjit, karena lebar, tapi paling tidak lebih mudah diakses oleh siapapun. Mengingat beratnya 182 kg.
Bukan soal pengemasan dan sajian fitur saja, daya kuda mesin Forza sedikit lebih baik dari kompetitor. Jantung 249,01 cc diracik memberikan output merata di setiap putaran mesin, maka itu desain bore x stroke-nya adalah 68 x 68,567 mm. Di atas kertas ia mampu mengail daya 23,1 Hp/7.500 rpm dan torsi 24 Nm/6.250 rpm. Tentu dengan injeksi elektronik.
Honda SH150i
Lanjut lagi skuter berpenampilan nyentrik dari Honda, SH150i. Segmentasinya agak unik. Meski komposisi tampak seperti skutik biasa, dimensinya terbilang besar. Total panjang sampai 2.026 mm, lebar 740 mm dan tinggi 1.158 mm. Sebagai bayangan, ia seukuran Piaggio Medley. Dan memang mereka rival sejati, sebab SH menjadi salah satu skuter favorit di Eropa.
Gurat desain mengesankan. Lain dari skutik-skutik biasa. Wujud SH 150i tampak premium dan berkelas. Penataan lampu utama begitu futuristik, berkat mika di area tebeng superbesar bersiluet X. Di situ pula menempel LED DRL, membuat tatapannya makin dramatis. Pahatan bodi samping sampai ke belakang, hingga bungkusan jok dengan detail jahitan juga terlihat rapi.
Keunggulan lain tersimak di area kaki-kaki. Peredaman depan ditopang fork teleskopik 33 mm dengan travel 89 mm. Ini lebih besar dari skutik kebanyakan. Dan dua shock belakang memiliki lima setelan preload, dapat disesuaikan kebutuhan pengendara. Ukuran ban juga nyeleneh. Honda membungkus pelek palang dengan ban 100/80 16 inci di depan dan 120/80 belakang. Termasuk besar dan lebar.
Peranti deselerasi tak kalah optimal. Dua disc brake 240 mm telah terkoneksi ABS dua kanal. Otomatis tak perlu khawatir mengerem keras lewat tuas kiri atau kanan sekalipun. Mungkin di samping unitnya CBU Vietnam, harga mahal disebabkan fitur safety maksimal juga. Kita tahu, setinggi-tingginya tipe PCX atau ADV150 yang tersedia hanya dilengkapi ABS satu kanal.
Lantas perangkat elektronik lain juga lengkap. SH punya sistem pencahayaan LED di depan dan belakang, kecuali sein. Idling Stop System dan ACG starter juga jadi bawaan standar, plus smart key system. Power outlet di dalam kompartemen pun ada, meski tipenya belum USB soket.
Jangan tertipu dengan tampilan panel meter yang tampak konservatif. Dominasi jarum analog mungkin membuat Anda berpikir tak banyak informasi tersaji. Padahal, selain jarum penunjuk kecepatan, temperatur mesin, serta bensin, ada layar digital kecil di bawahnya. Di situlah pengendara dapat melihat konsumsi bahan bakar real time, rata-rata, trip meter, serta beberapa informasi penting lain. Cukup.
Kalau basis dapur pacu kurang lebih setipe PCX. Satu silinder 153 cc eSP berpendingin cairan, dengan sistem injeksi elektronik. Komposisi diameter silinder dan langkah dibuat hampir setara (58 mm x 57,9 mm), supaya tenaga keluar di putaran merata. Hasilnya tenaga 14,6 Hp keluar di 8.250 rpm, sementara torsi 13,9 Nm memuncak pada 6.500 rpm.
Saat ini, Honda menjual SH150i dalam empat pilihan kelir. Paling baru Mat Galaxy Black Metallic, percampuran hitam legam dan pelek gelap. Berikutnya Candy Luster Red, Pearl Jasmine White, serta Poseidon Black Metallic, masing-masing dipadu pelek silver terang. Dan nominal jualnya tembus Rp 41,9 juta OTR Jakarta.
Honda PCX Hybrid
Kita belum bisa menilai PCX e:HEV baru atau pengganti varian hybrid di masa lalu tidak laku. Tapi kalau belajar dari pola kemarin, tampaknya animo soal dapur pacu ini terbilang rendah. Bahkan sempat ada diskon besar-besaran – kemungkinan besar menghabiskan stok yang tak laku. Padahal rangkaiannya cukup menarik, meski harganya tembus Rp 40 jutaan.
Pada generasi barunya, ubahan paling menarik memang di sektor dapur pacu. Ketika generasi lama kalah telak dengan rival, Honda berupaya meracik ulang serta mengeksekusi lebih sempurna. Di balik bodi gemuknya terpasang mesin 160 cc empat katup berjenis eSP plus. Teknologi baru diklaim memiliki gesekan minim, serta eskalasi performa. Otomatis outputnya melonjak jadi 15,8 Hp di 8.500 rpm dan torsi terkerek ke 14,7 Nm pada 6.500 rpm. Sangat kompetitif. Sementara varian e:HEV, ketambahan lagi tenaga listrik serta motor assist, berikut riding mode yang bisa diatur. Yakni mode normal (D) dan sport (S).
Naiknya performa diiringi efisiensi bahan bakar yang cukup baik. Diklaim konsumsi bensin ada di sekitar 45 kpl. Dengan metode pengetesan ECE R40 Euro 3. Alias Idling Stop System (ISS) terus dinyalakan. Angka segitu boleh dibilang masih terjaga, mengingat tenaganya bertambah. Apa lagi varian hybrid bukan?
Adapun fitur anyar penunjang keamanan berkendara. Ketika dulu sekadar mengandalkan ABS, kini traksi ikut dikontrol lewat komputasi elektronik. Atau kerap disebut Honda Selectable Torque Control (HSTC). Artinya Anda bisa mengontrol putaran ban depan dan belakang tetap seirama, supaya tak kehilangan banyak grip. Dan jika butuh, sistem bisa dimatikan. Namun baru tersedia di varian ABS dan e:HEV saja. Seri CBS masih sama persepsinya seperti dulu, belum mendapat kedua sensor terkait.
Secara rupa, garis besar karakter PCX lama masih dipertahankan. Hanya saja hampir seluruh tepian bodi maupun model lampu, kini banyak menyudut. Bentuknya tampak makin proporsional, modern, juga ketambahan nuansa sporty. Meski tetap dibungkus dalam interpretasi elegan yang kuat. Tentunya, semua sudah mengaplikasikan sistem pencahayaan full LED. Sehingga tatapannya makin cantik.
Beranjak ke area kokpit, tertera tampilan baru pada panel meter digital. Dimensinya melebar, serta memiliki display baru. Semakin mudah dilihat, juga memberikan informasi komplet. Data yang disajikan meliputi indikator baterai, perawatan v-belt, serta indikator HSTC dan sensor ABS khusus dua seri termahal. Lubang pengisian di laci kiri pun kini berganti tipe jadi soket USB type A. Tak lupa, smart key dan answer back system hadir di tiap varian.
PCX juga dilengkapi dengan struktur baru. Diklaim memberikan kenyamanan lebih dan mendukung rangkaian mesin baru. Atas itu daya tampung bagasi jadi membesar ke 30 liter, untuk dua seri bermesin konvensional. Sementara yang Hybrid naik ke angka 24 liter. Plus, berdampak pada ruang kaki pengendara yang lebih panjang 3 cm dari sebelum. Untuk tipe e: HEV dikemas dalam kelir Horizon White, yang juga memiliki jok two-tone dengan sentuhan warna biru pada emblem. (Hlm/Odi)
Baca Juga: Usai Kemunculan Yamaha Gear 125, Keluarga Mio Lain Jadi Tak Relevan Dibeli?
Artikel Unggulan
- Terbaru
- Populer
Artikel yang direkomendasikan untuk anda
Motor Unggulan
- Populer
Artikel Motor dari Oto
- Berita
- Artikel Feature
- Advisory Stories
- Road Test