Tidak heran saat berkunjung ke diler Yamaha, NMax jadi sosok paling masuk akal untuk dibeli. Selain harganya masih ramah kantong, kemampuan akomodir barang serta kenyamanan dan fitur ditawarkan memang menarik. Namun benarkah sudah sesuai keinginan, atau hanya demi mendapat unsur “lebih” semata? Simak dulu pilihan motor kopling lain yang tak kalah atraktif.
Dengan harga NMax paling mahal Rp33,850 juta OTR Jakarta, rasanya menambah beberapa juta rupiah untuk mendapat XSR 155 tak berat-berat amat. Nilai jualnya kini Rp36,580 juta OTR Jakarta. Dan Anda bisa mendapat sesuatu yang begitu maskulin serta punya performa menyenangkan.
Bentuknya sederhana namun tidak tampak terondol. Komposisinya penuh sesak. Kekar. Paduan retro – modern ini rasanya berhasil memukau siapa saja. Kesan gahar langsung terpancar dari bentuknya. Dan satu lagi, meski mesinnya 150 cc (tak besar) - selama dikemas dengan bentuk retro - rasanya mudah dimaafkan bukan? Sementara pada MT, naked-sport, tak jarang Anda mendengar ungkapan, “150 cc saja belaga kencang”. Gurat lawas pun biasanya lebih abadi. Tak cepat dilupakan.
Meski temanya retro, bukan berarti Yamaha menanggalkan perangkat modern. Hal yang juga membuatnya unggul dari kompetitor. Informasi kendaraan misalnya, dipresentasikan lewat layar digital. Penunjuknya juga lengkap, dari posisi gear hingga semua aspek fundamental. Secara bersamaan bentuknya tetap bergaya lama – bulat dibingkai besi.
Lantas pencahayaan, tak berarti harus berbohlam kuning. Pancaran sinar XSR terang. Karena di dalam mika headlight sudah terpasang LED. Pun pada stop lamp. Hanya saja, lampu sein belum. Namun sangat ditolerir.
Dan bicara teknis, tak dianaktirikan karena muka tua. XSR tetap berbekal mesin injeksi 155 cc SOHC berpendingin cairan, dengan teknologi VVA (Variable Valve Actuation). Output maksimalnya mencapai 19 Hp/ 10.000 rpm dan torsi 14,6 Nm/ 8.500 rpm. Yang berada di atas jauh ketimbang Nmax.
Soal distribusi tenaga, gearbox 6-speed yang menyalurkan ke roda belakang, dengan rantai. Dan perlu dicatat, terdapat Assist and Slipper Clutch pada komponen ini. Selain membuat kopling dan perpindahan gigi jadi ringan, proses downshift juga lebih halus. Gejala ban terkunci saat engine brake terminimalisir.
Bukan cuma pusat daya, rancang bangun modern. Rangka Deltabox menjadi penyangga blok mesin – meski bentuknya menuai perdebatan menempel di kemasan lawas. Namun setidaknya memberi impresi pengendalian khas motor sport Yamaha. Ditambah fork upside down dan monoshock, berpangku pada swing arm aluminium di belakang.
Baca Juga: Kiprah Dua Dekade Yamaha Aerox, Skutik Bergenre Sporty yang Dulunya 2-Tak
Pilihan kedua adalah MT-15. Harganya beberapa ratus ribu Rupiah di atas XSR. Tentu ada interpretasi berbeda soal MT. Mukanya cenderung modern, serta mengedepankan aura intimidatif. Bukan klasik. Namun tentu, gaya seperti ini punya penggemar banyak juga.
Ya, harus diakui wajah MT begitu bengis. Berkat masker lampu hitam yang membuat tatap mata jadi sipit. Lampu LED proyektor di tengah pun jadi ciri khas tak dimiliki spesies lain. Kami bertaruh di kelasnya memang ia layak disebut paling gahar.
Dan soal teknis, tak berbeda sama sekali dengan XSR. Kemampuannya persis. Sampai ke struktur dan bekalan kaki-kaki. Fitur elektronik hingga terkait girboks, alias assist dan slipper clutch sama halnya. Hanya beda kemasan.
Baca Juga: Cari Naked Sport di Bawah Rp30 Juta? Pertimbangkan Lima Spesies Ini
Terakhir adalah trail jagoan Yamaha, WR155R. Sejauh ini ia menjadi penggaruk tanah dual purpose paling kencang di pasaran. Meski harganya juga jadi termahal, Rp37,9 juta OTR Jakarta. Tapi yang didapat bakal memuaskan. Sebab performa dapur pacu sangat memukau.
Mesinnya yang berkapasitas 155 cc, 1-silinder, SOHC menurut kami mampu menaklukan trek dengan mudah. Apalagi dengan adanya teknologi katup variabel (VVA), tak ada efek jeda atau kehilangan daya kala mendaki. Torsinya pun terasa di tiap putaran mesin. Kalau dilihat dari catatan pabrik, ia mampu menghasilkan tenaga sebesar 16,7 hp dengan torsi maksimum 14,3 Nm. Dibanding rival, tenaga motor WR paling besar. Ditambah sproket belakangnya (gir belakang) pakai 51 mata.
Suspensinya pun memiliki travel paling panjang. Meski jenisnya teleskopik, diameter tabungnya besar dan kokoh. Wajar jika menginjak sesuatu seperti tak terasa. Begitu pula penopang belakang, tak kalah hebat. Impresi terhadap teknologi dan teknis menusuk kawan-kawan trail dari Jepang. Mutlak menang.
Fitur juga sangat cukup. Instrumennya paling besar dan sudah full digital. Semua display terbaca baik. Dan yang paling penting, punya menu komplet. Hingga informasi konsumsi bahan bakar real time dan rata-rata saja ada. Hanya saja memang, dimensinya paling jangkung berikut bobot sedikit lebih berat dari rival. Butuh penyesuaian khusus apalagi kalau memiliki tubuh kecil. Mungkin, ketika nanti lowering kit hadir proporsinya bisa lebih ideal lagi. (Hlm/Odi)
Baca Juga: Di Balik Kehebatannya, Deretan Skutik Mainstream Ini Tak Luput dari Poin Minus
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.