Ekosistem mobil listrik semakin terbentuk. Ditandai terus bertambahnya model terbaru yang dijual pabrikan. Ini merupakan momentum bagus menuju era mobil niremisi ramah lingkungan. Bisa jadi pertimbangan untuk konsumen beralih dari mesin konvensional. Sayang, masih saja ada sikap skeptis dikarenakan banyak mitos bertebaran. Namun sudah banyak terpatahkan oleh fakta-fakta tak terbantahkan. Contohnya 5 mitos berikut ini.
Daya jelajah mobil listrik memang tergantung kapasitas baterai. Semakin besar tentu mampu berjalan lebih jauh. Tapi bukan berarti jarak tempuhnya pendek. Bahkan kemampuannya setara mobil bermesin konvensional. Mobil listrik sekarang dirancang agar bisa mendekati jangkauan 500 kilometer. Contohnya All-New Nissan Kicks e-Power. Misal baterai mobil tidak terisi penuh, Anda dapat mengurangi sekitar 10% hingga 15% dari klaim sehingga setidaknya mobil listrik memiliki jangkauan sekurang-kurang 400 kilometer dalam sekali pengisian penuh. Termasuk menakjubkan, bukan?
Ini sudah banyak dibuktikan oleh media maupun pemilik mobil listrik sendiri. Ingat, penggerak dengan sumber energi listrik menghasilkan torsi besar yang tidak tergantung putaran mesin. Bahkan dalam keadaan diam saja, torsi sudah siap melesatkan mobil. Tenaga terbuang dari mesin sampai ke roda mobil sangatlah minim. Tenaga dan torsi yang dihasilkan oleh motor listrik langsung disalurkan ke roda sehingga menghasilkan sebuah laju instan bahkan saat mulai bergerak dari kecepatan awal.
Ramah atau tidaknya mobil listrik terhadap lingkungan tergantung cara mengisi ulang mobil listrik. Jika Anda menggunakan jenis listrik terbarukan, seperti tenaga surya, maka tidak ada emisi karbon dioksida (CO2) yang diperlukan oleh mobil listrik.
Namun untuk negara yang sebagian besar listriknya berasal dari sumber intensif CO2 seperti batu bara dan gas, termasuk Indonesia, mobil listrik tetap mengeluarkan emisi CO2. Hitungannya, mobil listrik menghasilkan 1,07 kilogram CO2 per kilowatt-jam listrik. Untuk mobil listrik dengan baterai 80 kWh, jumlah CO2-nya mencapai 85,6 kilogram.
Perlu Anda ketahui, jumlah emisi CO2 yang dikeluarkan mobil listrik masih lebih kecil dibanding mobil bermesin bensin yang memerlukan sekitar 40 liter bahan bakar sehingga menghasilkan 92,4 kilogram CO2. Jadi, mobil listrik tetap lebih ramah lingkungan, bahkan untuk hitungan listrik yang masih dihasilkan dari sumber daya “tidak ramah lingkungan.”
Listrik biasanya menghabiskan sekitar Rp1.700 per kilowatt-jam. Mobil listrik kecil hanya butuh sekitar Rp80 ribu untuk mengisi baterai sampai penuh. Dengan modal segitu sanggup membawa Anda sejauh 400 kilometer. Kalau lebih terperinci, cuma mengeluarkan Rp20 ribu per 100 kilometer.
Dengan asumsi harga bensin rata-rata Rp10 ribu setiap 10 kilometer, mobil berbahan bakar fosil akan menelan biaya lebih dari Rp100 ribu per 100 kilometer. Nominal tersebut menunjukkan bahwa mobil listrik membutuhkan biaya jauh lebih murah untuk energinya, sehingga mobil listrik tidak bisa dikatakan lebih boros.
Wajar muncul kekhawatiran mobil listrik gampang korsleting saat hujan. Tapi mitos itu ternyata tidak tepat. Memang benar air merupakan media penghantar arus listrik. Tapi bukan lantas membuat mobil listrik jadi berbahaya dan gampang korsleting saat terkena air atau hujan.
Mobil listrik yang dijual pasti sudah lolos berbagai tahap pengujian ekstrem. Karena harus menjamin keselamatan dan keamanan pengguna. Oleh karena itu, meskipun mobil ini bertenaga listrik, tetap aman digunakan saat hujan dan dapat dicuci seperti mobil-mobil konvensional.
Itulah beberapa mitos mengenai mobil listrik yang ternyata tidak sesuai fakta. Anda tidak perlu lagi khawatir atau takut untuk menggunakan mobil listrik karena sudah terbukti memiliki banyak kelebihan dan tidak kalah dibanding mobil konvensional, bahkan mungkin lebih baik. (ADV)
Baca Juga: Ragam Keunggulan dan Kenyamanan Mobil Listrik yang Ditawarkan Nissan Kicks e-Power
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.