Peralihan dari transmisi matik konvensional 4AT ke CVT, perdana bagi Daihatsu Xenia. Karakter performa mesin dan penyalurannya lantas berubah total tanpa menyisakan sama sekali rasa Xenia lama. CVT yang dipakai berteknologi Dual Mode. Menandakan bukan CVT biasa seperti dipakai Honda Mobilio dan New Mitsubishi Xpander. Serupa tapi tak sama, ini bedanya.
Sudah dikenalkan oleh Daihatsu Rocky dan Toyota Raize. Kalau Anda punya salah-satunya dan suka membandingkan dengan CVT milik mobil lain, pasti paham ada sedikit perbedaan. Meski pendapatnya pasti berbeda-beda. Bagi yang belum terbiasa dengan CVT, bakal menilai tarikan lamban dan tidak responsif. Itulah karakter utama girboks ini. Harus pintar-pintar memainkan irama throttle. Perlakuannya jelas berbeda dari matik torque converter. Sedangkan kalau Anda paham betul, bisa merasakan suatu hal lain. Meski tak terlampau signifikan juga.
Ada baiknya mengenal lagi apa itu D-CVT milik Daihatsu. Ini bukan sembarang CVT konvensional. Huruf D menjelaskan Dual Mode. Mendebut berbarengan platform DNGA di Daihatsu Tanto pada pertengahan 2019. Singkatnya ada tambahan planetary gear di dalam segelondongan CVT. Jadi bukan hanya komponen dua pulley dan belt saja yang saling berubah diameternya untuk menghasilkan rasio gigi fleksibel. Dikombinasikan lagi dengan sistem gigi terpisah untuk menghasilkan efisiensi lebih tinggi, akselerasi responsif dan keheningan.
CVT tanpa gear dengan rasio tetap sehingga memberi dampak perbedaan rasa. Akselerasi bakal terasa sangat halus tanpa ada hentakan perpindahan gigi. Namun kata Daihatsu, di kecepatan tinggi tidaklah efisien. "Karena maksimal rasio pulley akan terbatas, makanya di kecepatan lebih dari 60 km/jam di-switch dari CVT belt menjadi gear. Pada kecepatan tinggi fungsinya langsung ditransfer ke gear, tidak pakai belt lagi," kata Bambang Supriyadi, Technical Service Division Head PT Astra Daihatsu Motor, saat media drive Daihatsu Xenia terbaru (1/12).
Baca Juga: Cek Kelengkapan dan Fitur yang Dimiliki All New Daihatsu Xenia Termurah 1.3 M M/T
Memang benar, itulah kelemahan CVT tradisional. Biasanya tetap ada energy-loss dan suara mengganggu dari kinerja belt di pulley. Lalu CVT selalu ingin menjaga output di putaran mesin puncak. Itulah mengapa berkitir tinggi dulu sebelum mulai berakselerasi. Tidak nyaman bagi sebagian orang dan seolah mesin selalu disiksa. Saat kecepatan tinggi, CVT ada di rasio puncak yang bisa berdampak terhadap efisiensi bahan bakar. Metode untuk memperbaiki bisa dengan mengubah ukuran pulley, tapi akan lebih cocok untuk mobil-mobil kecil.
Di sini letak kehebatan D-CVT. Tidak sepenuhnya tergantung ke belt. Tambahan planetary gear di bagian input dan output shaft pulley mampu terlepas dan tersambung. Dalam kondisi normal kecepatan rendah sampai menengah, bekerja layaknya seperti CVT tradisional. Transisi terjadi di kecepatan tinggi atau tergantung input throttle. Masuk ke sistem gear untuk menghindari dampak energy-loss dan mengejar efisiensi. Rotasi belt di pulley pun berkurang signifikan.
Apakah berdampak di kondisi berkendara nyata? Kembali lagi ke cara mengemudi masing-masing. Tergantung juga bagaimana mengatur throttle agar selalu berada di rentang torsi tepat. Pun peran Dual Mode tidak akan terasa begitu jelas. Bakal tertutup akselerasi yang termasuk responsif.
Tergambar saat pengujian jalur luar kota Magelang ke Semarang via Bandungan yang penuh tanjakan dan kelokan. CVT masih bisa enak dikombinasikan enjin 1,5-liter. Asal bisa mengatur irama putaran mesin di atas 3.000 rpm, dijamin tidak akan kehilangan tenaga. Cara paling mudah untuk menjaganya, bisa manfaatkan mode manual di tuas transmisi. Respons sangat baik dan cekatan. Namun jika terus digeber di RPM tinggi, tentu konsumsi bahan bakar tidak akan irit.
Soal perawatan disebut tidak berbeda dengan CVT lain. Walau ada komponen tambahan dalam girboks, tetap mengikuti komponen CVT lain misalnya penggantian oli. (Odi)
Baca Juga: Varian Termahal All New Daihatsu Xenia 1.5 R CVT ADS, Punya Apa Saja?
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.