Sebelum Diproduksi Massal, Bus Listrik E-Inobus Buatan INKA Lakukan Tes Jalan
Bus listrik pertama buatan Indonesia sudah melakukan uji landasan pada 13 Agustus. Kemudian telah lulus uji dengan mengantongi Sertifikat Uji Tipe (SUT) kendaraan bermotor pada 10 September 2020. Yang terbaru, pengetesan dilakukan kerja bareng Transjakarta. Proses itu direncanakan terus dilakukan selama tiga bulan.
Tujuan utamanya ialah untuk mengetahui performansi baterai, motor dan perangkat penunjang. Khususnya pada rute operasional Transjakarta. "Saat ini, INKA sedang menawarkan E-Inobus ukuran 8-meter ke Transjakarta. Lantas perusahaan mensyaratkan pengujian bus selama kurang lebih 3 bulan pada rute operasional mereka. Jadwal pengujian tentatif. Dimulai pada 23 Desember 2020 hingga 6 April 2021. Adapun pra-pengujiannya sendiri dilakukan selama 2 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan uji operasional selama 3 bulan,” ujar Febry Pandu Wijaya, SM Pengembangan Produk dan Teknologi PT INKA (Persero) dalam rilis (1/1).
E-Inobus memiliki kecepatan maksimal 90 km/jam. Sedangkan gradeability atau kemampuan mendaki tanjakan maksimal 14 persen. Jarak tempuh sekali pengisian bisa mencapai 200 km. Tergolong lumayan dalam kategori seukuran ini. Kemudian waktu yang diperlukan dalam pengisian daya sampai penuh diperlukan waktu 3 - 4 jam. Adapun tingkat kebisingan pada bus listrik jauh lebih baik. Catatan pabrikan rata – rata sebesar 71 dB. Relatif senyap jika dibandingkan dengan bus bermesin diesel di kisaran 85 dB.
Baca Juga: Pandemi COVID-19 Belum Membaik, IIMS 2021 Mundur Lagi
Adapun besaran energi yang dipakai bus listrik diklaim 58 persen lebih efisien dibanding bus diesel. Berikut gambaran konsumsinya. Pemakaian jumlah setrum E-inobus dari hasil uji lintas dalam kota dan luar kota (tol) dengan total jarak 122 km. PT INKA merekam hasil pemakaian rata – rata 1,4 km/kwh. Berarti, untuk biaya operasional per kilometer bisa dihitung 0,71 x Rp 1.650 per kwh. Hasilnya ialah Rp 1.171 yang dikeluarkan guna menempuh jarak 1 km.
Lalu sebaliknya, penggunaan bus diesel dapat menempuh jarak 3 km/liter. Sekarang harga solar per liter Rp 9.300. Menurut hitungan mereka, maka didapatkan biaya operasional per kilometer 0,3 x Rp 9.300 per liter. Keluar besaran biaya Rp 2.790 tiap 1 km. Lantas bagaimana dengan perawatan rutin?
Ongkos pemeliharaan dibilang lebih efisien bus listrik hingga 49 persen. Perbandingan perwatan bus diesel maupun elektrik pernah disampaikan pada Maintenance Forum tahun 2018 di Serbia. Kondisi kedua kendaraan dijalankan sejauh 250 km per hari. Hasil perbandingan biaya pemeliharaan adalah bus peminum solar sebesar 396 Euro atau Rp 6,7 juta. Lalu bus elektrik cuman 201 Euro, setara Rp 3,4 juta.
Untuk diketahui, E-Inobus merupakan produk kerja sama PT Inka persero dengan Tron-E dari Taiwan, sebagai mitra komponen drive train serta baterai bus. Sedangkan Piala Mas dari Malang sebagai rekanan pembuat bodi bus listrik. Dalam waktu dekat perseroan berencana memasarkan produk bus listrik E-Inobus untuk area dalam negeri. Seperti PT Transjakarta dan bagi area luar negeri seperti Democratic Republik of the Congo (DRC) yang juga tertarik. Penggunaan teknologi elektrifikasi untuk moda transportasi dinilai positif. Selain lebih hemat biaya operasioal, bus listrik setidaknya tanpa mengeluarkan emisi gas buang. Jauh lebih ramah lingkungan dari mesin konvensional. (Alx/Odi)
Baca Juga: Motor Listrik NIU Buka Premium Store di Grand Indonesia Jakarta
Artikel Unggulan
- Terbaru
- Populer
Artikel yang direkomendasikan untuk anda
Truk Unggulan
- Populer
Artikel Truk dari Oto
- Berita
- Artikel Feature
- Advisory Stories
- Road Test