Klasik dan sederhana. Sedari awal sudut pandang pengembangan Kawasaki W175 memang begitu. Menyasar konsumen yang tak ribut soal seberapa banyak fitur ditawarkan. Makanya hingga saat ini tidak ada agenda revisi besar-besaran. Lantas apa saja hal barunya dan berapa harganya sekarang?
Pada laman resmi, MY 2019 masih dijual dan ditawarkan dalam konsep serupa. Yakni memisahkan seri SE dan standar. Berbeda dengan model year 2020 yang hanya menampilkan satu model dengan tiga varian warna. Namun, seri lama masih menarik sebab nominal jualnya mulai Rp30,8 juta. Pas buat kaum modifikator.
Ya, bagi yang sudah punya fantasi liar merombak ulang, pasti langsung tertuju ke sini. Paling polos sekaligus paling murah. Bak sketsa kosong yang tinggal diwarnai. Banderolnya selisih hampir Rp2 juta dengan tipe di SE. Lumayan hemat. Alokasi budget kostumisasi bisa lebih leluasa.
Sesuai statusnya sebagai entry level, bodi sama sekali tak bercorak. Tangki dibiarkan polos dengan emblem W minimalis. Permukaan jok juga tak beralur. Jangan harap ada motif jahitan dan sebagainya. Dan salah satu pembedanya lagi, roda memakai warna aluminium. Sayang, hanya ada satu kelir bodi, putih.
Jangan salah, warna begitu berarti bagi sebagian orang. Karena itu, jika putih dinilai tak merepresentasikan diri Anda, serta tak berencana mengecat ulang bodi – malas berurusan dengan legalitas dokumen – mau tak mau harus melirik tipe SE. Paling tidak tersedia tiga tema untuk varian ini.
Pertama hitam. Corak pembeda tentu ada pada tangki. Emblem W tak lagi sendirian, melainkan ditemani grafis putih, plus stiker pad persis di lekukan tangki. Catat dulu, bagian terakhir ini hanya stiker. Bukan pad karet layaknya motor klasik lain – yang berfungsi meredam getar saat lutut mengapit tangki.
Selanjutnya jok, berhias motif jahitan. Otomatis membuat permukaan tempat duduk jadi berkontur dari depan ke belakang. Dan terakhir, lingkar pelek dilabur hitam dan jari-jari tetap aluminium. Komposisi warna ini memberi efek ban tampak tebal.
Lebih menarik lagi, yang berkelir biru muda. Begitu ekspresif. Apalagi berpadu jok kulit coklat tua. Kalau urusan pewarnaan lain sama dengan yang hitam. Sementara terakhir, yang bertema perak, memiliki grafis sedikit berbeda. Sisanya persis. Ketiganya boleh dibilang “separuh jadi”. Tinggal memainkan komposisi aksesori penunjang lain. Untuk tipe SE, Kawasaki melego senilai Rp32,3 juta OTR Jakarta.
Masuk ke MY 2020, tidak ada lagi pemisahan standar atau SE. Hanya disebut W175. Harganya tentu berbeda, Rp32,8 juta OTR Jakarta. Tapi Anda bisa memilih tiga kelir baru dari spesies satu ini. Dan terjemahannya begitu ekspresif.
Paling basic adalah Ebony. Semua bernuansa legam. Dari tangki, grafis, batok lampu, hingga blok mesin dan knalpot. Tanpa kecuali pelek. Ada lagi Metallic Ocean Blue. Birunya jauh lebih tua daripada model 2019. Maskulin dan begitu merepresentasikan kesan klasik. Dan terakhir, warna putihnya cenderung ke broken white. Alias agak menguning. Ini juga menjadi salah satu kelir paling atraktif fi antara tema anyar.
Baca Juga: Kawasaki Tengah Kembangkan Girboks Semi Otomatis Elektronik, Versi Lebih Advance dari DCT Honda
Varian Café juga masih eksis di daftar jual. Kini dijual Rp34,7 juta OTR Jakarta, alias selisih Rp1,9 jutaan dari W175 MY 2020. Seri terkait pas buat Anda yang tak mau repot keluar-masuk bengkel custom. Meski sosoknya bukan murni café racer, setidaknya sudah mendekati. Ragam aksesori bawaan cukup mengidentitaskan jati diri. Dan beberapa waktu lalu, mereka baru saja menyegarkan tema kelir pada sosok pembalap satu ini.
Diferensiasi mulai terlihat sejak menyimak fasad. Lampu bulat berhiaskan topi berbahan plat, menyesuaikan warna bodi. Kontur jok juga berbeda. Buntut sengaja dipahat membentuk kurva, supaya sesuai tema café. Namun secara bersamaan, tetap bisa diduduki dua orang. Fungsionalitas tetap terjaga dengan baik.
Nah, terdapat satu bagian yang kadang luput secara kasat mata. Khusus varian café, spakbor belakang memakai extender. Perhatikan saja, lengkungan fender tak sepanjang milik SE. Terdapat sambungan plastik, untuk dijadikan bracket plat nomor. Menariknya ini bisa dilepas pasang, dengan membuka kuncian baut. Tentu saja, aura balap lebih terpancar saat bagian ini dicopot bukan?
Berikutnya muffler, memakai pelindung panas dengan finishing kromium. Bukan hitam matte seperti di varian lain. Kurang lebih hal inilah yang menjadi dasar identitas tipe Café. Selebihnya dibedakan lagi lewat pilihan kelir. Yang hitam, dihias grafis hijau pada tangki serta font angka “175” minimalis di box aki. Emblem W pun menempel pada dasar kromium. Lantas tempat duduk hanya dibalut satu warna, hitam.
Lanjut pada kelir Oranye, dipadukan dengan jok two tone (coklat hitam) serta font angka lebih besar pada panel samping. Emblem pun menempel pada badge hitam dop, sehingga tampak lebih sangar. Terakhir, ulir shock ganda berwarna kuning cerah. Sama halnya dengan yang perak, hanya berbeda warna dasar. Sebagai informasi, tiga tema tadi merupakan pilihan terbaru, menggantikan merah dan kuning yang sebelumnya eksis.
Baca Juga: Kawasaki Ungkap Paten Baterai untuk Teknologi Hybrid
Untuk W175 TR sama sekali belum ada perubahan. Dari segi harga maupun penampilan. Pertama Standard, disajikan dengan kemasan polos berkelir putih. Dilanjut tipe Special Edition bergrafis khusus, dengan tiga opsi kelir: Hitam, hijau dan kuning. Selain itu kasta tertinggi turut dibekali skid plate besi, ulir shock berwarna, jok coklat, serta ring speedometer dan cover muffler kromium. Masing-masing dibanderol Rp29,9 juta dan Rp32,3 juta OTR Jakarta.
Diferensiasi dari W175 biasa cukup banyak. Pada tangki misalnya, dipangkas jadi lebih ramping. Permukaannya juga tak lagi membulat, agak menyiku. Perubahan ini tentu mengejar relevansi pada jenis enduro atau trail, yang menuntut keleluasaan gerak kaki. Tatkala bermanuver di tanah – biasanya sambil berdiri atau belok agak ekstrem – tangki tak jadi penghambat.
Meski begitu, jelas ada kompensasi. Kapasitas tampung bahan bakar menyusut jauh. Yang tadinya sanggup menelan 13,5 liter, TR hanya bisa 7,5 liter. Pastinya, ia jadi lebih rajin kembali ke SPBU.
Lantas ubahan teknisnya bukan di mesin, melainkan kaki-kaki. Panjang fork teleskopik bertambah 35 mm dan belakang 27 mm. Otomatis jarak jok ke tanah juga naik, menjadi 805 mm. Bagi yang memiliki postur standar, boleh jadi tak menapak sempurna. Namun di lain sisi, ground clearance yang juga naik 30 mm bisa menawarkan daya jelajah lebih dinamis.
Pembeda lain dapat dilihat juga pada posisi spakbor yang ditinggikan. Layaknya motor penggaruk tanah, penahan air ini memakai material plastik lentur. Sementara sistem extender di fender belakang berlaku pula pada TR, persis seperti varian Café. Dan muffler, ditekuk ke atas supaya aman melibas kubangan air.
Beranjak ke dashboard, sekilas tampak sama namun sebetulnya berbeda. Pertama dari cluster analog dengan font angka berbeda. Tampilannya tampak lebih penuh. Stang juga memakai model cross bar ala trail. Sekaligus posisinya agak tinggi.
Semua motor memiliki konstruksi serta mesin sama. Dapur pacu bekas Eliminator ini mengekstraksi tenaga 12,8 Hp/ 7.500 rpm serta torsi 13,2 Nm/ 6.000 rpm, dari volume silinder 177 cc. Suplai bensin pun masih memakai karburator. Lengkap dengan choke seperti motor lawas. Kalah jauh sebetulnya dengan kompetitor, namun justru menjadi sensasi tersendiri, bagi kalangan tertentu. (Hlm/Odi)
Baca Juga: KLR650 Bangun dari Koma, Melanjutkan Legenda Enduro Kawasaki
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.