JAKARTA -- KTM memperkuat jajaran motornya di Tanah Air dengan menghadirkan KTM 390 Adventure. Kehadirannya membuat Royal Enfield Himalayan yang selama ini melenggang sendiri di segmen ini, mendapat lawan. Himalayan tak bisa jadi pemain tunggal lagi lantaran KTM menempatkan motor barunya di segmen serupa: Petualang 400 cc satu silinder.
Masa pandemi Covid-19 tak menyurutkan niat PT. Penta Jaya Laju Motor untuk menghadirkan KTM 390 Adventure di Indonesia. Melalui digital launching, motor dengan platform KTM 450 Rally Dakar ini diklaim mampu diajak berpetualang. Memiliki harga lebih terjangkau, KTM 390 Adventure berada di level middle setelah sukses dengan KTM 790 Adventure.
Secara banderol KTM menetapan harga yang tidak selisih banyak dengan Himalayan. Tawaran fitur dan teknologinya yang diberikan signifikan pula. Bagimana perbandingannya?
Mesin
Himalayan sepintas tak terbantahkan oleh KTM 390 Adventure. Pasalnya Royal Enfield memasang mesin satu piston 373,2 cc DOHC empat katup dengan ekstraksi daya lebih besar. Kompresi pun dipadatkan hingga 12,6:1, hingga mencatat tenaga maksimal 43 Hp di 9.000 rpm serta torsi 37 Nm memuncak pada 7.500 rpm.
Bagus? Secara angka memang impresif. Tapi tak berarti sempurna seratus persen. Komposisi diameter dan langkahnya overbore (89 mm x 60 mm), sama persis dengan jajaran 390 jenis naked maupun sport fairing. Jika melihat dari data, mestinya perlu memutar gas sampai putaran agak tinggi baru tenaga bisa dikerahkan sepenuhnya. Meski masih sangat dapat ditolerir, mengingat angkanya besar.
Perlu diakui Himalayan belum sebaik KTM. Malah terlihat payah, sebab masih menggendong mesin satu silinder 411 cc berjenis SOHC berkompresi rendah (9,5:1). Walaupun sudah sama-sama memakai sistem injeksi elektronik. Namun, padanan diameter dan langkah piston berbanding terbalik. Strokenya dibuat panjang (86 mm), sementara bore berukuran 78 mm.
Dengan demikian, kapanpun Anda meminta torsi, motor ini pasti menyediakan. Tenaga 24,5 Hp dapat muncul mulai 6.250 rpm. Sementara momen puntir (32 Nm) sudah menggila sejak memasuki 4.250 rpm. Instan. Sensasi di medan offroad besar kemungkinan bakal lebih dikuasai Himalayan ketimbang KTM. Tapi jika dibawa lari di aspal, jangan harap bisa menang. Untuk melawan kelas 250 cc saja Himalayan bakal tertatih.
Sistem Pendinginan
Mengenai sistem pendinginan masing-masing memiliki racikan tersendiri. KTM, mempercayakan radiator untuk menjaga suhu mesin. Sementara Royal Enfield, memilih memasang oil cooler. Untuk hal satu ini belum bisa disimpulkan mana lebih hebat. Perlu pembuktian langsung di lapangan untuk mengetahuinya.
Urusan manuver dengan KTM lebih terasa mudah. Lantaran girboks enam percepatan dilengkapi sistem assist dan slipper clutch. Meringankan feedback tuas kopling, sekaligus menjaga risiko ban mengunci saat downshift agak keras. Menariknya lagi, waktu membawa motor ke medan berat tak perlu pusing dengan momentum tarik kopling. Karena sudah ada quick shifter yang bisa berfungsi untuk naik dan turun gigi.
Tak satupun yang disebutkan dimiliki Himalayan. Segalanya serba konvensional. Jangankan quick shifter, assist dan slipper clutch saja belum ada. Transmisi manual pun hanya lima percepatan.
Struktur Bodi
KTM 390 Adventure ditopang struktur teralis dari Duke dan RC. Bedanya, area subframe lebih panjang dan ramping. Tentu untuk menyesuaikan jenisnya sebagai petualang, menuntut pengendalian optimal di medan dinamis.
Menarik disimak bagian suspensi. Pabrikan Austria tak pelit memasang komponen peredam kejut papan atas. Fork upside down WP Apex 43 mm menopang bagian depan. Sekaligus dilengkapi empat tingkat pengaturan: Comfort, Standard, Sport, serta Full Payload. Mengubahnya tinggal memutar kuncian di atas shock. Spesifikasi yang hampir sama dengan milik kakaknya, 790 Adventure. Jarak mainnya sendiri mencapai 170 mm, alias menunjang untuk kebutuhan lintas alam.
Peredam belakang mengenakan monoshock bermerek sama. Jarak mainnya lebih panjang lagi, menyentuh 177 mm. Dan disertai pula pengaturan preload, damping, serta rebound yang dapat diatur secara manual.
Himalayan dibangun dalam persepsi berbeda. Rangka split cradle menopang seluruh bagian motor, layaknya motor lawas. Fork depan pun masih mengandalkan jenis teleskopik 41 mm, serta monoshock di belakang tanpa pengaturan. Tapi, menyoal jarak main keduanya lebih panjang. Shock depan memiliki travel 200 mm sementara belakangnya 180 mm.
Angka ground clearance pun nyatanya diungguli Royal Enfield. Jaraknya mencapai 220 mm, di saat KTM hanya 200 mm. Secara bersamaan, tinggi jok ke tanah justru ramah postur orang Indonesia. Pabrikan mencatat jaraknya 800 mm, sementara milik 390 tembus 855 mm, alias cukup tinggi.
Untung saja, KTM meracik seluruh komponen bodi dengan material ringan. Sehingga bobotnya hanya 158 kg. Berbanding jauh dengan Himalayan yang 191 kg. Ya, jika diterjemahkan ke kondisi lapangan nanti, masing-masing punya kelebihan. Himalayan di satu sisi memiliki beban berat, tapi kaki bisa menahan cukup sempurna meski ditunggangi orang tak terlalu tinggi. KTM 390 Adventure, mungkin lebih enak dibawa manuver. Namun kaki perlu berusaha lebih – terutama saat jalan perlahan – supaya motor tidak roboh.
Ban
Sesuai peruntukannya, kedua motor dibalut ban semi dual purpose lansiran merek ternama. KTM menggunakan Continental TKC 70 series 100/90 19 inci di depan, sementara belakangnya 130/80 17 inci. Komposisi belang khas motor tualang.
Sementara lingkar diameter ban Himalayan lebih besar. Pelek jari-jari depan dibungkus ban Pirelli MT ukuran 90/90 21 inci. Lantas belakangnya 120/90 17 inci. Yang pasti, roda bawaan keduanya siap jika sewaktu-waktu harus mencicipi light offroad.
Lanjut peranti deselerasi, KTM tentunya punya standar spesifikasi di atas Himalayan. Piringan cakram depan 320 mm dijepit kaliper empat piston buatan By Bre, sementara rem belakang 230 mm diapit kaliper satu piston. ABS dua kanal tentunya terkoneksi dan bisa dinonaktifkan (belakang) untuk kebutuhan offroad. Plus, sistem komputerisasi tetap menjaga kinerja sensor di sudut miring sekalipun.
Meski sama-sama dibuat oleh By Bre, kepunyaan Himalayan tak seoptimal KTM. Cakram depan berukuran 300 mm, dijepit kaliper dua piston. Dan belakangnya 240 mm berpadu penggigit rem satu piston. Sudah hadir pula ABS dua kanal. Sayangnya, tak bisa dimatikan sama sekali. Padahal versi India mengadopsi peranti rem macam KTM. Cornering ABS pun belum tertanam di rangkaian penahan laju Himalayan.
Fitur
Himalayan boleh jadi malu melihat teknologi KTM. Fitur yang ditawarkan lebih dari cukup. Bahkan terbilang canggih di kelasnya, cukup mengejutkan jika melihat harganya Rp 119 juta OTR Jakarta. Benar-benar lengkap.
Pertama, ia sudah menerapkan sistem ride-by-wire. Mekanisme buka tutup katup gas elektronik ini tentu memberi dampak pada suplai bahan bakar presisi, sesuai kebutuhan. Momentumnya pun mestinya lebih akurat ketimbang jenis konvensional.
Di samping itu, jadi memungkinkan untuk memasang perangkat kontrol traksi. KTM memiliki beberapa seting penjaga traksi, sekaligus dapat dimatikan. Sehingga jika merasa belum professional menjinakkan tenaga sebesar itu, gejala spinning terminimalisir dengan baik.
Layar instrumennya pun lengkap. Dapat dikoneksikan ke gawai melalui Bluetooth, alhasil rider tak perlu repot berhenti untuk melakukan panggilan telepon. Semua bisa terintegrasi. Sistem hiburan, untuk mendengarkan music pun disediakan. Lengkap dengan tambahan navigasi turn-to-turn.
Informasi soal kondisi motor jelas komplet. Dari mulai dua trip meter, waktu perjalanan, tanggal, penghitung jarak dari sisa bensin, hingga penghitung konsumsi bahan bakar tercatat. Terus dikalkulasi seiring Anda melakukan perjalanan.
Menu di home screen bisa juga diset sesuai keinginan. Tinggal pilih, data apa yang dikehendaki. Menyoal info fundamental rasanya tak perlu dibahas lagi. Sensor-sensor penting tertera semua di layar digital. Terakhir, sistem pencahayaan 390 tak lagi diisi bohlam. Melainkan sudah full LED.
Agak ironi jika melihat Himalayan. Dengan harga Rp 5 juta lebih murah, tak ditemukan fitur canggih semacam itu. Fiturnya serba konvensional, begitu juga soal fasilitas berkendara. Layaknya motor lawas.
Panel instrumen berjenis analog, dengan banyak kluster. Informasi yang disampaikan cenderung krusial saja, seputar putaran mesin, kecepatan, fuel meter, serta suhu mesin. Sementara layar digital kecil menunjukkan dua trip meter, odometer dan kecepatan rata-rata. Belum ada alat komputasi konsumsi bensin dan penghitung jarak tempuh dari sisa tangki. Yang unik, Himalayan memiliki kompas digital, menguatkan kesan petualangan.
Berikutnya soal pencahayaan, LED baru tertera di stop lamp saja. Lampu sein masih halogen. Pun di dalam mika bulatnya, tetap mengandalkan bohlam biasa. Meski memberikan sinar cukup, tapi tentu tak seterang dan hemat daya seperti KTM.
Desain dan Konsep
Tawaran performa, fitur, hingga embel-embel fasilitas hiburan boleh jadi tak menarik lagi kalau bicara selera. Desain dan konsep antara kedua motor jauh berbeda meski sama-sama petualang. KTM, menjunjung tinggi nilai sporty dengan segala teknologi pintar. Sementara Himalayan, dipenuhi cerita soal hubungan motor dan pengendara yang menyatu dalam kesederhanaan.
Bagi Anda yang suka corak ekspresif, serta pahatan motor serba menajam, pastinya mudah tergoda dengan tubuh 390 Adventure. Mukanya beringas, senada muka 790 Adventure. Mata split berhias DRL hampir identik dengan kakaknya itu.
Area sisi fairing sampai bodi belakang tentu dalam satu benang merah. Komponen-komponen plastik yang menempel memiliki sudut tajam jua. Plus, aksesori pelindung ala penggaruk tanah.
Semisal area dek, dilindungi besi dengan aksen berlubang berwarna metal grey. Lengkap dengan embos KTM di area situ, serta melekuk tegas. Menguatkan unsur sporty. Lantas tapered handlebar, turut dipasang handguard untuk melindungi dari empasan benda keras. Wind shield pun bisa diatur ketinggiannya, dengan mengubah titik pemasangan mounting.
Royal Enfield jauh dari kultur semacam itu. Himalayan cenderung dibuat dalam interpretasi klasik. Tak satupun gurat bodinya mencolok. Semua dibuat sederhana, bahkan tak tertera hiasan fairing sama sekali. Lampunya saja masih bundar, serta memakai model sein terpisah dan stoplamp minimalis.
Ada pelindung-pelindung untuk offroad seperti KTM. Area kolong mesin Himalayan terlindungi plat besi tebal, hanya saja tidak mencolok. Sementara area fatbar justru dibiarkan polos tanpa handguard. Satu hal membuatnya terlihat lebih maskulin, tulang pelindung menjalar dari area depan hingga ke tangki. Selain berfungsi menopang saat motor roboh, ia jadi tampak lebih kekar dari KTM.
Tentu tawaran semacam ini kurang mengesankan bagi pecinta gaya sporty. Tapi bagi aliran tertentu, tak banyak ornamen mencolok, atau rupa intimidatif justru jadi nilai jual tersendiri. Apalagi cukup jarang pabrikan menawarkan jenis adventure dalam nuansa klasik masih kental.
Kesimpulan
Uraian sudah panjag lebar kami bahas. Dari perspektif harga, serta adu data spesifikasi jelas KTM 390 Adventure memenangi segmen petualang 400 cc. Jauh di depan Himalayan. Selisih Rp 5 juta lebih mahal rasanya tak terlalu masalah ditukar performa dan teknologi canggih signifikan.
Jujur saja, Himalayan memiliki ancaman serius dengan hadirnya amunisi baru KTM. Agak sulit mencari alasan memilih RE jika dilihat dari perspektif terkait. Diferensiasi karakter mesin overstroke Himalayan memang menjadi salah satu daya tarik, namun rasanya masih timpang dengan rangkaian amunisi KTM.
Tapi urusan selera, meski subjektif, bisa mengubah segalanya. Bagi yang suka sosok klasik, boleh jadi tak peduli dengan segala tawaran tadi. Tak semata-mata menggeser garis keras Himalayan untuk memilih pabrikan oranye. (Hlm/Raju)
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.