Suasana abnormal. Tidak menyangka juga sudah di depan mata, momen hilangnya gemuruh di sekitar sirkuit. Sunyi dari suara lantang mesin bakar. Hanya empasan angin berulang melewati tempat kami berdiri.
Ya, akhir pekan kemarin menjadi kesempatan menyenangkan. Hyundai mempersilakan kami menguji dua amunisi mobil elektriknya: Kona dan Ioniq. Langsung di atas Sirkuit Internasional Sentul. Dan membebaskan untuk memacu habis-habisan.
Pergi dari sisi paddock - usai menonton sesi test drive kloter pertama, rasanya sudah tidak sabar. Kami penasaran betul dengan Kona. Sebab tahu di atas kertas punya jumlah torsi begitu melimpah. Sekaligus habis menyaksikan langsung mobil berakselerasi dengan keras.
Tanpa pusing lagi, saat tiba giliran, satu unit Kona putih kami pilih. Meski dibebaskan jika mau mulai dengan Ioniq dulu. Tentunya setelah dapat pembekalan dari instruktur. Lengkap dengan alat-alat pelindung, dari mulai balaklava, helm, hingga sarung tangan.
Sesungguhnya kita (awak media) dipandu oleh mobil instruktur. Agar tetap aman dan mengikuti jalur semestinya. Sempat kami kira tidak bisa banyak eksplorasi lantaran terhalang. Nyatanya, mereka mempersilakan memacu lebih – karena diberi jarak sangat jauh. Malah disengaja agar melewati rintangan dalam kecepatan tinggi.
Keluar pit lane, masih harus pelan-pelan. Begitu pula masuk tikungan kanan pertama. Baru usai itu mobil pemandu menjauh. Diperkenankan menikung kiri dengan agak kencang. Dari titik itulah langsung terasa betapa instan keluaran torsi Kona.
Pedal kami kick down saat keluar belokan. Masuk lintasan lurus. Tanpa suara tiba-tiba layar digital menunjukkan angka 140 kpj. Tidak butuh waktu lama untuk menggapai itu. Malah nyali kami duluan keok. Takut ketinggalan momen pengereman. Meski tahu powernya masih tersedia banyak.
Dengan tetap mengikuti racing line, tikungan U besar dilewati dengan mudah. Mobil juga tidak terasa limbung berlebihan. Terbilang wajar. Tapi saat masuk “S” kecil, alias sektor paling tricky di Sentul, baru agak terasa. Mungkin karena kami mengambil terlalu kencang serta patah juga – ada gejala understeer. Serta sedikit body roll. Tapi toh ujungnya bisa dikendalikan. Dan sangat-sangat wajar sesosok SUV – meski berukuran kompak – memiliki efek semacam itu.
Perihal ini, kami rasa sudah bisa dibayangkan waktu dibawa nyata di jalan berkelok. Simulasi di seksi “S” kecil tadi adalah titik manuver ekstrem. Sementara body roll dan pengendalian kemudi terbilang sedikit kurangnya. Masih dapat ditolerir. Di titik-titik lain pun, rasa kendali Kona terasa mantap.
Kembali lagi ke lintasan lurus depan pit. Sayangnya tidak diperkenankan kencang-kencang di sana. Padahal itu tempat paling menyenangkan buat menguji top speed. Sebab sudah disusun cone. Masing-masing guna mengetes akselerasi dari nol serta slalom.
Hal baru kami sadari adalah belum diaktifkannya mode sport. Begitu dapat kesempatan dari berhenti, diinjaklah pedal akselerator sampai menempel lantai. Ya, sesuai harapan. Tidak ada urusan dengan di putaran berapa torsi keluar. Semuanya tumpah ruah didistribusi ke roda depan. Bahkan kontrol traksi pun tak mampu menahan decitan ban. Saking besarnya energi yang diberikan.
Kami maju sambil ban sedikit berdecit. Dan dalam jarak beberapa meter saja, Kona mencapai kecepatan 85 kpj. Gila. Padahal benar-benar singkat. Rasanya kami percaya betul dengan klaim akselerasi 0-100 kpj kurang dari 10 detik. Bahkan rasanya bisa lebih dari itu. Effortless.
Lantas rintangan selanjutnya slalom. Tidak ada arahan seberapa kencang kami harus melaju. Karena itu mobil kembali kami gas habis, sembari berbelok-belok berlawanan sisi. Sejauh itu, rasanya Kona masih sangat stabil. Tidak sulit mengendalikannya. Cukup presisi walau tak spesial. Ditambah jok dengan lumbar support yang memeluk sempurna.
Usai itu, barulah ditutup dengan satu lap terakhir. Dengan kecepatan lebih tinggi lagi. Dari tikungan pertama sampai terakhir memacu maksimal. Dan kami lagi-lagi terpukau dengan kemampuan akselerasinya. Sensasi keluar-masuk tikungan terasa singkat. Atas delivery daya sejak titik nol.
Jika kita bedah data spesifikasinya, memang sesuai apa yang dirasakan. Kombinasi baterai dan motor elektrik mampu memicu torsi maksimal 395 Nm. Bayangkan. Jumlah sebesar itu hanya untuk menarik sesosok SUV kompak. Bagaimana roda depan tidak spinning. Belum lagi tak banyak syarat putaran mesin seperti mobil konvensional. Kalau daya kudanya standar, sekitar 134 Hp seperti mobil 1.600 cc – 1.800 cc umum.
Gempuran momen puntir tadi bukan didistribusikan girboks pada umumnya. Melainkan langsung memutar ke ban lewat motor listrik. Makanya semua itu terasa instan tanpa jeda. Dan untuk mengganti arah gerak (maju-mundur-netral), kontrolnya sudah canggih. Melalui sentuhan tombol, atau disebut Hyundai Shift-by-wire.
Sempat melihat paddle shift? Tunggu dulu. Itu bukan untuk mengganti gigi. Melainkan sebagai pedal kontrol regenerative brake. Maksudnya, untuk menaik-turunkan tingkat sensitivitas engine brake waktu pedal akselerator dilepas. Makin besar angka, makin kencang efek “engine brake” demi mengisi kembali daya listrik. Tentunya, kalau diseting nol hampir tak terasa apa-apa.
Soal kekedapan kabin, juga patut diacungi jempol. Ketika berlari-lari dengan Kona hampir tak ada suara bising. Satu-satunya hanyalah bunyi putaran ban – tapi itupun minim – dan disebabkan tak ada suara mesin yang biasanya menutupi. Mungkin, lebih tepat disebut suara laju.
Di luar impresi performa, Kona Electric memang tidak benar-benar spesial. Kami sadar betul alokasi termahal terletak di teknologi niremisinya. Terutama saat melihat nilai jual mencapai Rp697 juta OTR Jakarta. Kendati begitu, perihal kelengkapan keamanan dan pemanja masih bisa dibilang menunjang. Tidak dilupakan begitu saja.
Seperti hadirnya Forward Collision-Avoidance Assist (FCA), Blind Spot Collision Assist, Rear Cross-Traffic Collision Avoidance-Assist (RCCA), Lane Keeping Assist (LKA), Lane Following Assist, High-Beam Assist, Driver Attention Warning, hingga Safe Exit Warning. TPMS, sensor parkir, rear view camera, juga masuk dalam Kona baru. Tentunya beberapa airbag sampai ABS+EBD+BA juga menjadi standar.
Berikutnya tentang hiburan dan kenyamanan, terdapat layar 10,25 inci TFT untuk menyajikan informasi kokpit, HUD, serta head unit layar digital 8 inci bisa terkoneksi Android Auto dan Apple Carplay. Wireless charging, hingga jok elektrik dengan lumbar support juga hadir.
Lantas, seperti apa mekanisme pengisian baterai serta jarak tempuh maksimal? Kapasitasnya sekitar 39,2 kWh alias jika dikonversi ke jarak di kisaran 345 km. Cukup panjang sebetulnya. Tapi tentu tergantung cara berkendara Anda masing-masing. Bisa saja, jumlahnya kurang bahkan melampaui dari klaim. Berkat teknologi regenerative braking.
Dan waktu pengisiannya sendiri, bermacam-macam. Paling standar lewat trickle charging atau portable, memakan waktu 19 jam. Kalau pakai AC charging, 6 jam 10 menit mobil akan terisi penuh. Dan paling menyenangkan, sistem DC charger sanggup mengisi dari nol sampai 80 persen selama 57 menit untuk daya 50 kW. Sementara yang 100 kW sekitar 54 menit.
Terakhir, soal desain mobil ini sendiri. Hal yang menurut kami begitu positif. Versi elektrik tidak berubah banyak dari Kona biasa, atau dipermak sedemikian rupa sampai terlewat futuristis. Secara garis besar hampir sama semua. Kecuali absennya grille depan karena tak butuh pendinginan seperti mobil biasa. Serta pelek mengipas ala desain ramah lingkungan. Proporsi mobil pun enak dilihat dari semua sudut. Mestinya mudah diterima masyarakat tanpa harus kaget dengan sesuatu terlalu canggih.
Masih berlanjut, giliran Ioniq Electric diuji. Rasa penasaran jujur tidak semenggebu saat ingin menyiksa Kona. Karena di atas kertas pun, jumlah torsinya 100 Nm lebih kecil. Meski bobotnya juga lebih mungil. Dan secara tenaga kuda tak beda sama sekali, persis.
Rutenya sama. Begitu pula rintangannya. Mengelilingi sirkuit plus mencoba akselerasi serta slalom. Ditambah keliling sekali lagi tanpa ada obstacle apapun. Saat kami mencoba kick down, akibat sudah merasakan Kona duluan jadi terasa biasa. Padahal sebetulnya kuat juga. Nol sampai seratus kpj sama-sama instan walau terasa jinak.
Kalau kita bandingkan dengan mobil sekelasnya, dengan mesin konvensional, sangat hebat. Liftback mana yang punya torsi sampai 295 Nm? Apalagi tanpa harus menunggu momen. Langsung keluar.
Satu hal paling menonjol dibandingkan Kona, tentunya perihal pengendalian. Waktu menikung pertama kali sudah terasa. Presisi dan tanpa goyah. Mobil cukup memberikan rasa percaya diri meski dipacu kencang dalam belokan. Waktu mengerem pun sama, rasanya ia lebih gesit.
Masuk “S” kecil, jelas akurasinya lebih baik. Tidak ada gejala understeer. Atau pula body roll berlebihan. Lantaran memang titiknya rendah. Begitu pula soal ground clearance rasa sedan. Pasti signifikan. Bagi mereka yang suka karakteristik ini mungkin lebih cocok memilih Ioniq. Berulang kali kami rasakan, sampai sesi slalom, cukup yakin untuk mengatakan stabilitasnya baik.
Lantas bagaimana waktu diajak akselerasi dari keadaan diam? Kalau pada Kona sampai terdengar decitan, Ioniq masih samar-samar. Tidak sebrutal itu. Namun tetap saja, kontrol traksinya bahkan kelimpungan menahan puntiran sebegitu besarnya waktu gas diinjak sampai menempel lantai. Tetap menyenangkan.
Sisanya, tentang kekedapan kabin, sensasi shift-by-wire dan impresi lain kurang lebih serupa. Seperti duduk di mobil yang sama namun berbeda jenis. Nuansa dalam kabin pun tentunya seirama. Meski milik Ioniq cenderung lebih sporty-futuristik.
Mengenai fitur, tak serta merta sama dengan Kona. Ioniq Electric dibagi dua varian, Prime serta Signature. Masing-masing seharga Rp637 juta – Rp677 juta OTR Jakarta. Jika mau memilih yang tertinggi, perangkat keamanan aktif kurang lebih sama dengan si SUV niremisi. Begitu pula safety pasifnya. Sementara kelengkapan hiburan, juga dikemas hampir menyerupai.
Kapasitas baterai milik Ioniq sedikit lebih kecil. Jumlahnya 38,3 kWh, makanya kalau diisi pakai charger portable hanya memakan waktu 17 jam 30 menit. Sementara AC charger selama 6 jam 5 menit, serta DC charger 50 kW 57 menit dan 10 kW 54 menit untuk delapan puluh persen terisi.
Betul Ioniq menjadi wakil mobil listrik paling murah. Ditambah punya desain unik – agak jarang ditemukan di pasar Tanah Air – yakni liftback. Ada pesona tersendiri saat melihatnya. Namun kembali lagi, jika kami lihat dari produknya, Kona Electric jauh lebih menyenangkan untuk dimiliki. Toh selisih Rp30 – Rp60 juta rasanya bukan angka besar bagi konsumen kelas ini. Apalagi performanya benar-benar membuat terpukau, ditambah proporsi desain SUV kompak selalu mudah disukai. (Hlm/Odi)
Baca Juga: Road Test Hyundai Ioniq Electric
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.