Honda fokus betul perihal pengembangan pengendalian All New CBR150R. Terbukti dari serangkai perubahan kaki-kaki serta sistem transmisi, membuahkan impresi positif. Sayang tak ada perubahan ramuan dapur pacu, membuat kami tak tergiur caranya berlari. Setidaknya menilai dari sesi pengujian singkat di test track milik PT Astra Honda Motor (AHM).
Empat putaran jatahnya. Dan bukan tempat yang sama saat kami menguji CBR250RR SP Quick Shifter. Ini arena safety riding. Bukan semacam sirkuit serius seperti kala itu. Tapi kami paham, variabel diubah lebih banyak pada unsur handling. Makanya porsi tikungan dan sudut tajam menjadi menu utama di sini. Tanpa disediakan lurusan panjang.
Rasanya? Signifikan dari generasi lama. Ketika masuk tikungan awal agak lebar ke kanan, kami sudah suka. Benar apa yang mereka lakukan: Membuang fork teleskopik. Inverted fork, bagaimanapun lebih relevan untuk menjinakkan kelokan. Akurasinya memuaskan.
Jenis upside down yang menempel pun agak mencengangkan mengingat harganya cuma naik Rp 600 ribuan. Dibuat oleh Showa, bertipe SFF-BP (Separate Function Fork – Big Piston). Sama dengan milik Kawasaki Ninja ZX-25R, bahkan sampai ukuran diameter tabungnya (37 mm). Memuaskan. Dan cukup menjadi kebanggan di pasang ke kelas 150 cc.
Setelah melahap kelok lebar, tantangan berikutnya melewati barisan cone, lanjut ke belokan-belokan sempit sesuai marka. Dengan kecepatan begitu rendah tentunya. Tak bisa memuntir banyak. Tapi di sini, kombinasi suspensi baru serta rancangan dimensi menunjukkan taji. Mudah memindah-mindahkan CBR150R baru ke arah berlawanan.
Mengapa bisa begitu? Ini bukan dampak suspensi saja. Ternyata ada unsur lain turut membantu kinerja inverted fork baru, yakni dimensi. Titik ground clearance menurun dari 166 mm ke 160 mm. Berikut berkurangnya jarak jok ke tanah sebanyak 5 mm. Berkat posisinya makin rendah ke tanah, gejala limbung makin saja terminimalisir. Tangkas dan mudah. Tak begitu berarti kendati beratnya bertambah sedikit (137 kg – 139 kg).
Posisi berkendara tentunya lain berkat perubahan itu. Duduk di atas CBR kini terasa lebih solid. Sebab, postur kami yang standar bisa memijak tanah lebih sempurna. Secara bersamaan, ada perasaan mengendarai motor lebih besar. Lantaran tangkinya semakin kekar begitu pula cover fasad. Dan stang clip on, semakin memberikan rasa kendali maksimal. Utamanya waktu bermanuver ekstrem.
Giliran mencoba di trek lurus. Habis puas meliuk di antara cone – serta berbelok lebar a la sirkuit – jalur terakhir rasanya cukup untuk menguji perangkat baru transmisi: Assist dan slipper clutch. Tak beda dengan pembaruan suspensi, kami lagi-lagi terpuaskan.
Assist-nya jika diklaim meringankan beban lever 15 persen, kami sangat setuju. Bahkan boleh jadi lebih dari itu. Sebab mengoperasikan gigi jadi lebih mudah. Effortless dan sangat ringan. Disertai gejala selip gigi yang begitu minim. Selama akselerasi berlangsung, transisi gigi lembut dan akurat.
Bagian paling penting, saat menuju deselerasi dari kecepatan tinggi, slipper clutch bekerja ekstra. Ketika sampai gigi lima, kami injak pedal transmisi dengan keras, cepat, serta akurat. Tak sekalipun ban kedapatan gejala mengunci. Lembut. Sekali dua kali mencoba di tempat sama, rasanya begitu aman. Tidak takut terpeleset akibat gesekan ban. Efek engine brake berlebihan tereduksi baik, bersamaan tetap memberikan gaya tekan untuk mengurangi laju.
Perangkat ini penting. Lantaran CBR150R merupakan sport fairing, kerap diajak lari kencang dan bermanuver mendadak. Apalagi ketika bersenang-senang di atas sirkuit. Ini juga sekaligus jadi jawaban Honda, menutupi kekurangan CBR150R generasi sebelumnya.
Tak kalah krusial, ia memiliki ABS dua kanal. Sehingga pengereman mendadak bukan jadi masalah besar. Pada proses deselerasi itu pula, kinerja sensor rem kami uji. Dan semua bekerja dengan baik. Hal ini, sekaligus menjadikan dirinya jadi opsi sport kecil paling lengkap. Ada upside down, assist dan slipper clutch, sampai varian ABS. Kalau melihat kompetitor, tak ada yang sanggup menyajikan paket sekomplet itu.
Sisi teknis mesin yang tak membuat kami tergiur. Biasa saja. Toh tak ada perubahan. Honda pun sekadar mengklaim revisinya soal jalur pembuangan. Impresi, sampai keluaran output identik dengan generasi lama. Entah apa alasan Honda tak mengubah dapur pacu sama sekali. Tapi paling masuk akal, resultan riset pasar mereka tak mengarah ke situ. Jadi buat apa buang-buang uang mengembangkan jantung baru?
Honda masih mengandalkan mesin 149,16 cc DOHC 4-katup dengan pendingin cairan serta fan otomatis. Ini sama persis dengan yang lama, hingga ke ukuran bore dan stroke (57,3 mm x 57,8 mm). Tak ada ubahan. Tentunya beserta mekanisme injeksi elektronik, atau disebut Honda PGM-FI. Catatan atas kertasnya 16,8 Hp/ 9.000 rpm dan torsi 14,4 Nm/7.000 rpm.
Terjemahan di lapangan, sekadar cukup saja. Tidak kekurangan, tidak berlebihan. Asal tahu, tenaganya paling bontot di antara kompetitor. Yamaha mampu memproduksi daya lebih banyak dari R15. Berikut sensasi teknologi buka katup, alias VVA.
Walaupun antara CBR dan R15 punya kesamaan soal racikan bore dan stroke dengan karakteristik square, R15 masih lebih kental jiwa sporty. Apalagi Suzuki GSX-R 150. Hanya sport fairing Suzuki-lah yang layak disebut sport tulen, sebab dapat meraung ke putaran tinggi. Atas penggunaan mesin overbore. Mungkin, Honda mengaplikasikan mesin ini untuk relevan dipakai kencang maupun di dalam kota. Merata keluaran tenaganya.
Fitur pun tidak ada yang berubah signifikan. Paling-paling tampilan layar instrumen lebih segar. Namun sama-sama masih bertipe full digital. Isiannya pun komplet. Menyajikan data informasi fundamental, Sampai dua trip meter dan penghitung konsumsi bahan bakar rata-rata.
Penerangan motor juga tentunya sudah full LED. Tapi ini bukan hal baru. Toh generasi lawas telah mengaplikasikan sistem serupa. Hanya beda bentuk saja.
Namun wujudnya perlu diapresiasi. Honda benar-benar mengganti irama CBR lama, tak lagi pakai dua mata terpisah polos. Sudah hilang bekas kosmetik wajah CBR150R sebelum. Arah desain CBR250RR diaplikasikan penuh ke fasad CBR kecil. Malah hampir membuatnya identik.
Maksudnya, dual headlight itu tak didiamkan telanjang. Ada cover lagi yang membagi tempat DRL serta lampu utama. Seperti separator. Rasanya hal ini menjadi identitas baru sport fairing Honda untuk ukuran kecil. Dan kami kira positif. Mukanya jadi lebih agresif sekaligus intimidatif. Berikut, memberikan nuansa kental modern sporty.
Bagian pembungkus muka hingga ke fairing pinggir ada dalam satu paket. Desainnya berubah juga. Garis-garis tajam terlihat lebih banyak. Berikut terdapat kisi-kisi angin di sekitaran situ. Cantik. Dan jika diperhatikan, model visor jadi lebih ringkas sekaligus enak dilihat. Lantaran ada bingkai menyangga hingga ujung atas. Beda dari yang lama, seperempat mika frameless. Karakteristik motor sport tentunya lebih keluar.
Perihal Honda yang mengagungkan jargon total control, kami kira sudah sesuai dalam agenda pembaruan CBR150R ini. Suspensi, dimensi, serta penambahan assist dan slipper clutch memang nyata membuat pengendalian optimal. Kami terpukau. Membuatnya menjadi opsi paling lengkap di seri sport fairing 150 cc. Namun urusan dapur pacu, tak ada gairah baru. Sama saja.
Terlepas itu, ubahan ini cukup layak jika melihat harganya naik Rp 600 ribuan saja. Sekarang, paling murah mulai Rp 35,9 juta – Rp 36,6 juta OTR Jakarta. Lantas seri ABS dimulai dari angka Rp 39,9 juta sampai Rp 40,8 juta OTR Jakarta. (Hlm/Odi)
Foto: Herry Mulyamin
Baca Juga: First Ride Honda CBR250RR SP Quick Shifter: Layak Disebut Pemimpin di Kelasnya?
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.