Nama Tiger seolah melekat pada motor tualang milik Triumph Motorcycles. Brand asal Inggris itu sukses menyematkan nama Tiger pada benak para penggemar adventure. Kini, Triumph melansir generasi terbaru yang diberi nama Tiger 900. Pembaruan tak hanya pada penyempurnaan performa mesin serta wujud baru. Kerangka, suspensi, hingga perangkat elektronik turut jadi variabel penting dalam agenda terkait. Tak hanya memangku jantung lebih besar dari seri 800. Operasi tulang punggung dan doping elektronik canggih membuatnya kian sempurna.
Kami mendapat kesempatan mencoba langsung, tepat sebulan setelah model baru ini resmi dirilis di Indonesia. Sayang, kondisi medan tanah sedang tak bersahabat. Terlalu gembur, bekas terguyur hujan lebat sehari sebelumnya. Berikut ban bawaan Bridgestone Battlax Adventure cenderung memiliki kontur halus, hingga jalur pengujian kebanyakan melintas ruas datar.
Tapi bukan masalah. Toh di samping fungsinya mengeksplorasi tanah, jalan aspal tetap relevan dengan karakter motor: Penjelajah segala medan. Paling tidak, berkendara satu jam di kawasan Serpong dapat memberi gambaran taji si jangkung.
Jujur saja, waktu pertama kali naik begitu terintimidasi. Bagaimana tidak. Setelan jok sudah diset paling rendah, sementara jaraknya masih 850 mm. Tak bisa turun lagi. Sementara setingan (Manual) satunya 870 mm. Menyeramkan.
Wajar jika kami mengeluh. Apa yang bisa diharapkan dari postur badan 170 cm? Untuk menapak sempurna saja susah setengah mati. Alhasil kalau keadaan diam, kaki seperti penari balet. Alias cuma menyentuh sebagian kecil.
Persepsi macam-macam sudah menghantui sejak menekan switch starter. Namun begitu masuk gigi pertama dan berjalan, seperti naik kendaraan lain. Seketika ketakutan itu hilang saja. Keseimbangan motor membuat pengendalian terasa enteng.
Kondisi BSD saat itu agak penuh. Berliuk di antara mobil, serta menikung pelan tak diwarnai gejala roboh. Tetap terasa besar pastinya. Tapi motor tetap berdiri stabil. Bahkan percaya diri untuk sedikit “nyelip” antrean roda empat.
Sempat ragu saat lampu lalu lintas menyala merah. Sepertinya ingin menghindar untuk berhenti, mengingat kami hanya bisa memijak sedikit. Namun satu demi satu perempatan dilewati, ternyata tak sesulit itu juga. Pembiasaan tak memakan waktu banyak.
Masih bisa ditolerir. Meski akibat kaki mengapit ke dalam, tiap pemberhentian harus menikmati embusan hangat dari area mesin. Andai kaki lebih jenjang, mungkin tak perlu begitu menempel.
Soal suhu mesin ini sebetulnya moderat kalau berjalan statis. Malah hampir tak terasa. Saat berhenti saja muncul. Dan sepertinya bukan ide bagus untuk bermacet ria di jalanan ibu kota. Besar kemungkinan bisa lebih hangat.
Mode Road, kami pilih sedari awal melaju. Setingan ini paling standar. Respons gas dan kontrol traksi ada di tingat tengah. Sementara ABS dua kanal tetap aktif. Rasanya? Memuaskan. Sesaat setelah selongsong gas diputar habis, motor melesat tanpa gejala spinning. Linear hingga kisaran 6.000 rpm, baru mulai menggila di putaran atas.
Ada juga mode sport jika dirasa kurang puas. Tentu, porsi kontrol traksi tak terlalu sensitif. Sementara mapping ECU mengarahkan respons gas makin peka. Hasilnya, akselerasi makin kuat. Dari keadaan diam hingga 100 kpj dalam kejapan mata. Malah waktunya berpindah ke gigi tiga pun belum sampai.
Saat coba dihabiskan per-percepatan (red line), tak pernah sampai gigi empat. Gigi pertama saja hampir menyentuh 90 kpj. Sementara kedua lewat 120an kpj dan tiga sudah pasti tembus 147 kpj. Lewat itu, kami menghentikan nafsu mengingat ini masih jalan raya. Menghindari risiko terjadi hal buruk. Sudah cukup terbukti taji mesin baru ini.
Kalau takut dengan tendangan liar, apalagi saat permukaan basah, tersedia pula mode Rain. Yang satu ini memaksimalisasi traksi. ABS cukup sensitif. Sekaligus terjemahan bukaan gas tidak begitu besar. Masing-masing dapat diganti sembari jalan, asal menutup selongsong gas dulu.
Mode offroad, adalah yang paling brutal. Untuk memilihnya harus berhenti. Demi menghindari risiko “salah pilih” waktu melaju. ABS belakang bakal mati, begitu juga kontrol traksi. Semua tenaga disuplai begitu saja ke roda belakang.
Tapi apapun mode yang dipilih, racikan dapur pacu baru sudah terasa beringas. Dijamin tangguh-tangguh saja disuruh pergi jauh, atau menaiki tanjakan berbatu. Kubikasi mesin tiga silinder segaris DOHC naik jadi 888 cc. Atas diameter silinder yang membesar ketimbang adiknya.
Kendati begitu, signifikansi daya kuda terbilang tipis. Tenaga maksimal mencatat 93,8 Hp/8.750 rpm di saat Tiger 800 selisih hitungan desimal lebih kecil. Justru, letak perubahan besar ada di torsi. Ia mampu melontar daya dorong 87 Nm/7.250 rpm, beda 8 Nm dari sang adik.
Sebab itulah jambakan 900 Rally lebih terasa. Plus, pencapaian tenaga diset lebih cepat. Namun jangan sandingkan dengan karakter dua silinder milik Bonneville, atau jajaran Triumph parallel-twin. Konsepnya jauh berbeda. Bagaimanapun tipikal tiga silinder butuh rpm agak tengah untuk mendapat momentum daya, tak bakal seinstan piston ganda. Dan juga, menghasilkan bebunyian cenderung halus.
Crank shaft diubah. Begitu pula posisi duduk blok. Posisinya agak diturunkan sekaligus sedikit maju. Demi mengejar titik gravitasi lebih baik, serta keseimbangan motor makin optimal. Oleh itu, radiator harus berganti model jadi model split. Bukan lagi persegi panjang seperti sebelum karena ruangnya termakan.
Perubahan rangkaian teknis justru ikut mengurangi emisi gas buang. Mesin sudah memenuhi regulasi Euro 5, dengan keluaran karbon 119g/ km. Dan menariknya, klaim konsumsi bahan bakar mencatat jarak 19 kpl. Lumayan bagus buat mesin hampir satu liter. Namun unsur ini belum kami uji langsung, sebab secara jarak belum relevan untuk dikalkulasi.
Selanjutnya girboks enam percepatan berpenggerak rantai tidak bekerja sendiri. Ditanam perangkat assist dan slipper clutch, memaksimalisasi kinerja penyalur daya. Selama pengujian feedback tuas kopling memang begitu halus. Pentingnya lagi, slipper clutch berperan besar waktu downshift. Sekeras-kerasnya menginjak gigi, tak sedikitpun ada gejala ban belakang mengunci. Hasil engine brake tenaga besar dengan tenang dijinakkan.
Secara tampilan, Triumph Tiger 900 Rally memang tak jauh-jauh beda dibandingkan versi 800. Namun Triumph Motorcycles sukses meracik hal baru. Selain performa, Triumph juga meracik struktur utama Triumph Tiger 900 Rally. Ya, Anda bisa liat bungkusan tulang pipa yang sama mengitari mesin. Model teralis masih digunakan, hanya saja ada di tengah sampai depan. Titik perbedaan kentara terdapat pada subframe bolt terpisah.
Tentu bukan tanpa alasan. Mungkin, secara rigiditas jenis full teralis andal dibawa menikung. Akurasi manuver tajam di atas aspal jempolan. Namun, mengingat ia mengemban tugas menuntaskan medan berat, fleksibilitas juga dibutuhkan. Supaya kendali belakang tak lari kesana kemari jika disiksa melalui bebatuan besar.
Seperangkat suspensi juga diganti total. Tiger 800, dibekali upside down dan monoshock merek WP. Satu vendor dengan kaki-kaki petualang grup oranye (KTM). Kini Showa dipercaya Triumph melengkapi unsur pengendalian. Fork inverted 45 mm menjaga peredaman depan, dengan setelan preload dan kompresi manual.
Belakang, juga diprakarsai suspensi Showa. Jenisnya tinggal, lengkap beserta setingan preload dan rebound. Kalau urusan jarak main jangan ditanya. Travelnya sampai 230 mm, sementara upside down depan menyentuh 240 mm. Di atas kertas, mestinya lebih dari cukup menerjang obstacle ekstrem. Sekali lagi, agak sayang kami tak berkesempatan mencicip denyut suspensi di wahana offroad.
Secara bersamaan, meski fokus makin tertuju pada alam liar, kinerja kaki-kaki di aspal tidak dianaktirikan. Masuk tikungan tanpa gejala limbung. Motor ajek senantiasa menuruti kemauan kami. Kendalinya akurat, steering angle juga besar. Ditambah secara bobot pun memang berkurang jadi 196 kg dalam keadaan kosong. Atau saat diisi bensin 20 liter sekitar 200an kg. Asal tahu saja, Tiger 800 punya berat 8 kg lebih banyak dari pada ini.
Makin percaya diri berkat perangkat deselerasi. Bukan lagi embos Nissin tercetak di kaliper. Kini Brembo jadi penyedia serangkai komponen pengereman 900 Rally. Menghentikan dari kecepatan tinggi begitu cekatan, sekaligus memiliki feedback empuk.
Roda depan dipasang dua cakram 320 mm floating, dijepit kaliper Brembo Stylema empat piston. Lantas belakang dijaga piringan 255 mm dengan merek sama, namun kalipernya piston tunggal. Dan bukan saja ABS dua kanal. Sistem elektronik, tetap menjaga kerja ABS saat menikung di sudut miring skelipun, atau jamak disebut cornering ABS. Triumph, benar-benar merevolusi vendor komponen pendukung. Sekaligus meningkatkan performa semakin pintar.
Lanjut lagi urusan fitur. Sebetulnya, Rally bukanlah Flagship Tiger 900. Masih ada varian Pro yang tidak masuk Tanah Air, dengan kelengkapan lebih baik. Tapi jika ditelisik, sebetulnya ia pun sudah lebih dari cukup. Deretan teknologi canggih tersedia.
Dari kebutuhan touring misalnya. Cruise control menjadi bawaan standar. Tentu di perjalanan jauh fungsinya besar. Mengistirahatkan sementara kepalan tangan pengendara. Begitu juga heated grip, saat menjelajah ke dataran tinggi yang dingin pastinya sangat terbantukan.
Lantas yang sederhana, windscreen dapat diatur secara manual dalam lima tingkatan. Penyesuaian ini cukup berguna, mengingat tubuh pengendara beragam. Handlebar super lebar juga sudah dilindungi handguard berbahan kokoh. Menerpa jika sewaktu-waktu benda keras mental ke arah tangan. Plus, plat di bawah dek melindungi kerikil menyentuh blok mesin.
Di dashboard, selain menjadi penerjemah setingan riding mode dan lainnya, menginformasikan data lengkap. Menyoal konsumsi bahan bakar sampai penghitung jarak tempuh dari sisa bensin ada. Berikut data-data fundamental. Saat mau mematikan ABS dan kontrol traksi pun bisa dari situ, dioperasikan lewat tombol sebelah kiri.
Tampilan layar TFT 7 inci atraktif. Display begitu modern, bisa pula diubah sesuai keinginan. Ada banyak tema grafis yang bisa dipilih. Juga satuan kecepatan serta suhu. Kalau butuh sistem hiburan, bisa melakukan instalasi tambahan. Nantinya gawai dapat terkoneksi lewat Bluetooth. Serta menerjemahkan panggilan telepon, navigasi, pemutar musik dan lain sebagainya. Kamera aksi pun jika sudah ditambahkan bisa terhubung dengan gadget 7 inci itu.
Dan terakhir, desainnya. Menurut sebagian orang tak berubah banyak, tapi menurut kami sangat berbeda. Terutama fasad, menginterpretasikan irama lain. Lampu jajar genjang Rally 900 begitu sipit. Didominasi tekukan tajam, serta berhias DRL di tengah. Kesan maskulin dihasilkan dari interpretasi futuristik. Sementara Tiger 800, lebih terlihat konservatif. Batok lampu depan cukup besar, lagi pula sisi mika headlamp cenderung membulat.
Panel bodi 900 Rally juga lebih ramping. Fairing lebih banyak dihias lubang-lubang sejajar dan minimalis. Kesannya rapi, di saat Tiger 800 banyak memiliki lubang besar asimetris yang memberi pesan rough. Kalau di samping belakang, kurang lebih serupa. Tulang rangka diekspos, tanpa tutup plastik sama sekali.
Barulah ke buritan, lampu rem besar Tiger 800 diganti jadi tipis. Ini agak unik. Tail light posisinya agak bawah, sementara batang sein dipasang tepat sejajar bracket behel. Komposisinya agak unik, tapi tetap enak dilihat. Dan urusan teknologinya, seluruh pencahayaan 900 Rally sudah LED.
Secara keseluruhan, generasi baru Tiger rasanya tak berlebihan disebut berevolusi. Dari wujud, mesin, serangkai komponen pengendalian, hingga perangkat elektronik baru. Semua bekerja bersamaan mengoptimalisasi kinerja motor jadi lebih advance. Untuk meminangnya ke garasi, siapkan saja uang Rp 498 juta off the road. Dan tambahkan sekitar 13-15 persen untuk biaya surat menyurat (OTR). (Hlm)
Baca Juga: First Ride Honda CBR250RR SP Quick Shifter: Layak Disebut Pemimpin di Kelasnya?
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.