Hyundai Indonesia mengajak lagi media untuk menjajal Stargazer. Kali ini bukan berkeliling di sekitar pabrik, tapi langsung menerjang rute antarkota-antarprovinsi, dari Jawa Timur ke Jawa Tengah. Rute Surabaya–Malang–Solo menjadi pembuktian pertama kami menguji Hyundai Stargazer untuk perjalanan jarak jauh.
Captain seat alias jok individualis di baris kedua menjadi USP (unique selling point) di kelasnya. Kecuali Wuling Confero yang harganya tidak bersinggungan, tidak ada Low MPV lain di Indonesia yang punya konfigurasi captain seat. Mesin menyala halus nyaris tanpa getaran dalam kabin ketika tombol Start/Stop dipencet. Hyundai membekali Stargazer dengan mesin dan transmisi yang sama seperti Creta. Unit 1.5 liter Smartstream bensin dengan transmisi IVT menghasilkan 113 hp dan torsi 144 Nm.
Padatnya torsi langsung terasa sejak awal akselerasi, yang disalurkan ke roda depan dengan linear. Meski dicangkok, karakter performa Stargazer kami rasa lebih halus dibanding Creta. Tidak heran mengingat orientasi segmennya yang mengarah ke keluarga, agar lebih nyaman. Sedangkan Creta yang berwujud SUV (sport utility vehicle) cenderung ke arah sporty dan lebih responsif.
Awal perjalanan kami langsung disajikan jalur jalan tol menuju kota Surabaya. Tidak ingin buru-buru menggeber performanya, kami lajukan santai MPV 7-seater ini. Selain penyaluran dayanya yang linear, Stargazer juga rupanya punya ayunan suspensi halus namun firm. Melintas di jalan tol yang aspalnya mulus dengan kecepatan rata-rata 80 km/jam, bantingan suspensinya sangat beradab, dengan kondisi diisi tiga orang dan bagasi dengan beberapa bawaan cukup besar.
Performa dan karakter Stargazer tadi semakin terasa sopan ketika beralih ke jalanan dalam kota. Di tengah padatnya lalu lintas Surabaya di pagi hari itu, mudah saja untuk melesat salip kendaraan lain. Akselerasi bisa dilakukan dengan mudah tapi tanpa kompromikan kenyamanan penumpang. Kabinnya pun terasa cukup baik kekedapannya, untuk sebuah MPV sekelasnya. Suara bising dari kendaraan lain di depan tidak terlalu berisik terdengar.
Setelah sempat istirahat untuk brunch, kami melanjutkan perjalanan menuju Malang dari Surabaya. Memang jaraknya tidak begitu jauh, dengan durasi rata-rata 1 jam. Tapi melewati jalan tol dengan jarak hampir 100 kilometer, menjadi lahan ideal untuk pembuktian Stargazer. Lalu lintas saat baru masuk tol cukup sibuk, dengan ramainya kendaraan berat. Kombinasi performa mesin dan suspensinya memungkinkan manuver melewati rangkaian bus dan truk besar cukup mudah, bahkan stabil.
Suspensi Hyundai Stargazer seperti yang kami sebut tadi, juga meminimalisir efek limbung saat menyentuh kecepatan tinggi. Kami sempat mencapai 120 km/jam saat lalu lintas lebih sepi. Body Stargazer terasa mantap di kecepatan tinggi, sehingga setir tidak terasa terbuang ke kanan-kiri, serta body roll ditahan dengan baik. Oh ya, kekedapan kabinnya juga masih bisa diacungi jempol di kondisi ini, mungkin juga efek desain eksterior yang efisien dari sisi aerodinamikanya.
Sebagai pengemudi, hal yang perlu menjadi catatan adalah visibilitas yang kurang maksimal. Pertama, ujung kap mesin tidak terlihat dari balik setir karena sangat rendah. Kedua, area pandang ke arah depan agak tersita oleh frame meter cluster yang tebal dan tinggi, bahkan tingginya lebih dari titik paling atas dari setir. Ketiga, pilar A yang panjang ke depan cukup mengganggu saat ingin melihat ke arah samping, meski disediakan kaca ekstra di bagian sudutnya.
Jalan tol menuju Malang yang panjang dan lengang memberi kesempatan untuk mencoba rangkaian fitur SmartSense. Untuk menghemat energi, kami pakai Cruise Control. Lalu fitur yang sangat terasa perannya menjaga keselamatan adalah Lane Keeping Assist (LKA) dan Lane Following Assist (LFA). LKA secara otomatis membaca marka jalan menggunakan radar, memberi peringatan saat melewati garis lajur tanpa isyarat. Sementara LFA bisa diaktifkan via tombol di setir untuk menjaga posisi mobil tidak keluar lajur, yang akan disertai koreksi setir.
Selain itu, dua fitur lain yang perannya saling bersinergi yaitu Rear Cross-Traffic Collision-avoidance Assist (RCTA) dan Blind-spot Collision Warning (BCW). Sama seperti Creta, berguna mencegah terjadinya kecelakaan dengan kendaraan dari area yang tidak terlihat, ketika kita menyalakan sein untuk berpindah lajur. Selain itu masih ada Forward Collision-avoidance Assist (FCA) dan Blind-spot Collision-avoidance Assist (BCA) yang lebih terasa fungsinya dalam kecepatan rendah. Stargazer dengan SmartSense menjadikannya salah satu Low MPV dengan fitur keselamatan canggih terlengkap.
Tapi menunggangi Stargazer bukan cuma soal pengemudi. Kenyamanan bagi penumpang juga menjadi selling point Hyundai di mobil ini. Bangkit, rekan semobil kami, memilih lebih banyak untuk duduk di captain seat. Menurutnya, selain terasa eksklusif, menjadi penumpang juga diakuinya nyaman dan mendukung untuk diandalkan bepergian jauh dalam durasi panjang. Saking betahnya di captain seat, ia juga sempat tertidur di tengah perjalanan.
Setelah melibas bentangan aspal rata di jalan tol, kontur jalan berubah menanjak saat memasuki kota Malang. Kali ini menjadi saatnya pembuktian apakah drivetrain Stargazer mumpuni untuk diajak lewati tanjakan. Kebetulan, sebelum tiba di penginapan hari pertama, antrean rombongan sempat terhenti di tengah tanjakan.
Saat akan kembali lajukan mobil, Hill-Start Assist Control (HCA) beberapa detik menahan agar tidak meluncur turun. Menanjak pun tidak sulit, cukup dengan menginjak pedal gas secara gradual, dan torsi bisa kita nikmati tanpa kendala. Ini semua dilakukan tanpa memindah transmisi atau Drive Mode ke opsi Sport, masih di mode Normal. Selain dua itu, masih ada mode Eco dan Smart yang bisa dipakai berkendara dengan Stargazer.
Hyundai merancang Stargazer bukan hanya menjadi moda transportasi keluarga yang diklaim nyaman, tapi juga dibekali banyak fitur canggih. Sebut saja SmartSense untuk urusan keselamatan dan Bluelink untuk keamanan. Ini menjadikannya sebagai salah satu Low MPV (Multi Purpose Vehicle) dengan fitur terlengkap di kelasnya, jika bukan yang terlengkap.
Dari Malang, kami diarahkan kembali ke Surabaya, sebelum kemudian menuju Solo. Kurang lebih kondisi perjalanannya sama seperti saat berangkat pada hari pertama. Bahkan, sampai tiba di Solo, didominasi ruas jalan tol Trans Jawa.
Malang menuju Surabaya diwarnai jalur tol yang cenderung datar. Jadi performa tidak begitu dituntut dari MPV 7-seater yang punya opsi captain seat ini. Apalagi kami tidak menggeber mesin untuk melaju kencang, jadi kami nikmati lagi bagaimana nyamannya Stargazer. Kecepatan maksimal yang digunakan pada fase ini adalah 100 km/jam.
Menikmati cerahnya cuaca di Jawa Timur, sambil memakai Cruise Control untuk menghemat energi selama berkendara bersama Stargazer. Memang tidak dilengkapi fungsi adaptif, tapi setidaknya sudah berkontribusi untuk membuat perjalanan lebih nyaman. Apalagi sebagian dari perjalanan ini diselingi dengan Fuel Economy Challenge yang tentunya akan cukup menguras tenaga dan konsentrasi.
Sesampainya kembali di Surabaya, tahap awal sesi adu irit dimulai. Setiap unit Stargazer diisi beberapa karung beras untuk menyamakan bobot masing-masing. Beban yang ditambah menyesuaikan kombinasi berat badan terberat dari salah satu mobil peserta, yang kemudian diterapkan ke peserta lainnya.
Bukan dari Surabaya, adu irit dimulai setelah mengisi ulang bahan bakar sampai penuh di Rest Area KM 626B, Kabupaten Madiun. Sesi dimulai memasuki petang hari, agak heran juga kenapa memilih waktu ini, karena energi sudah terpakai setengah hari untuk menyetir. Walaupun sebenarnya jarak tempuh selama adu irit ini tidak terlalu jauh, yaitu 106 kilometer.
Kami mengikuti adu irit ini dengan menerapkan beberapa hal. Pertama, Drive Mode dipilih ke Eco. Kedua, memakai Cruise Control sepanjang perjalanan di kecepatan 80 km/jam, batas aman kecepatan menurut peraturan lalu lintas. Ketiga, tetap menyalakan AC meski dengan kecepatan terendah dan suhu 25 derajat Celcius. Sebisa mungkin kami lakukan adu irit Stargazer ini senyaman mungkin, agar hasilnya tetap relevan dengan berkendara sehari-hari.
Kondisi lalu lintas relatif lancar menuju titik finish adu irit di Rest Area 519B, ruas tol Solo-Ngawi. Selain Cruise Control, kami kembali dimanjakan dengan Lane Keeping Assist (LKA) dan Lane Following Assist (LFA) dari Stargazer. Jadi, kecepatan terjaga konstan dan posisi mobil tetap di dalam lajur agar tidak membahayakan pengendara lain.
Hari semakin gelap, menjadi momen untuk melihat uniknya desain Hyundai Stargazer dari luar. Saat sempat beriringan dengan peserta lain, Stargazer mudah dikenali dari kegelapan. Strip LED memanjang di kap mesin menjadi ciri khasnya saat dilihat dari spion. Sementara huruf H besar yang terbentuk oleh lampu belakang juga membuatnya mudah dikenali, sekalipun dari jauh. Meski bukan selera semua orang, tapi desain eksterior Hyundai Stargazer ini berhasil menciptakan ciri tersendiri. Belum lagi ambient lighting di dalam kabin membuat suasana gelap dalam perjalanan lebih berwarna. Secara harfiah.
Salah satu fitur yang sangat membantu dan impresif adalah High Beam Assist. Kebetulan beberapa ruas tol selama Fuel Economy Challenge ini tidak dilengkapi penerangan memadai. Memang LED pada lampu utama Stargazer lebih dari cukup memberikan pencahayaan ke depan. Tapi saat kondisi benar-benar gelap dan tidak ada kendaraan lain di depan, lampu secara otomatis mengaktifkan high beam alias lampu jauh. Dan jika ada kendaraan lain mendekat atau dari arah berlawanan, mata Stargazer kembali ke mode normal dengan sendirinya.
Kombinasi Rear Cross-Traffic Collision-avoidance Assist (RCTA), Blind-spot Collision Warning (BCW) juga kerap aktif berkedip di spion dan berikan peringatan seandainya ada kendaraan muncul di area blind-spot. Terbukti bahwa SmartSense memang bisa menyediakan perlindungan aktif selama Stargazer mengarungi perjalanan.
Kembali ke adu irit, kami akhirnya menyudahi etape sejauh 106 kilometer antara dua rest area ini dalam waktu 1 jam 29 menit. Dari sesi khusus ini, MID di Stargazer kami menunjukkan konsumsi BBM rata-rata 22,8 km/liter. Sempat menyentuh 23,1 km/liter, tapi dinamisnya kondisi jalan memaksa sedikit turun. Dan saat tangka diisi kembali dengan metode “full to full”, kami hanya isi ulang Pertamax sebanyak 4,89 liter.
Tapi sebagai catatan, hasil pengujian keseluruhan dalam acara ini perlu diperhatikan. Pasalnya angka terbaik diraih yaitu lebih dari 30 km/liter. Namun hasil tiga terbaik diraih dengan kondisi AC tidak dinyalakan, melaju di kecepatan 60 km/jam bahkan lebih rendah yang di bawah batas minimal berkendara di jalan tol. Hasil tersebut terbilang tidak relevan dengan kondisi berkendara sebenarnya, namun hal ini lebih karena kurang tegasnya regulasi dari panitia.
Yah, setidaknya kami bisa dapat gambaran sehemat apa Hyundai Stargazer bisa dibawa berkendara jarak jauh, jika terpaksa. Apalagi mengingat harga BBM baru-baru ini mengalami kenaikan. Tapi alangkah baiknya jika bisa dilakukan dengan aman dan nyaman.
Hyundai Stargazer pantas menjadi penantang serius dalam segmen Low MPV. Kenyamanannya bisa dibandingkan dengan Mitsubishi Xpander, teknologinya bisa melawan Toyota Avanza/Veloz, dan kehematan konsumsi BBM bisa disandingkan dengan Suzuki Ertiga. Sekarang tinggal bagaimana Hyundai bisa mengemas Stargazer agar mencuri hati masyarakat Tanah Air yang semakin kritis dan melek informasi. (Why/Odi)
Baca Juga: First Drive Hyundai Stargazer Prime
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.