Datangnya Kia Seltos membawa warna baru. Namun jalannya pasti tidak mudah karena harus menghadapi dominasi crossover Jepang. Belum ada reputasi sama sekali, tidak bisa dilakoni hanya sekadar menjual. Amunisi disiapkan Kia terlihat cukup berbahaya. Satu hal menonjol, value for money tinggi.
Seltos tidak datang utuh dari Korea Selatan, melainkan India. Ia bukanlah produk global, tapi pengembangan untuk pasar regional. Makanya tak akan ditemui di Eropa. Krn di sana udah ada Stonic dan Xceed. Fokusnya pasar Asia, dengan basis perakitan di India dan Cina. Ada perbedaan antara Seltos yg dijual di Korea dan Amerika Serikat, dengan Seltos di Indonesia. Di sini, speknya hampir sama dengan India.
Basis platform Seltos bukan pakai Hyundai Kona, tetapi Hyundai Creta. Merunut ke belakang, sebenarnya Seltos bukanlah model benar-benar baru. Di Cina, ia adalah penerus Kia KX3 atau nama lainnya Kia Aopao.
Bersyukur Kia pernah mempekerjakan desainer sekaliber Peter Schreyer. Ia mampu mengubah identitas perusahaan setidaknya satu dekade belakangan. Desain mobil Kia makin kuat dan dikenali. Bukan berarti makin berkarakter. Karena perubahan bahasa terus terjadi hingga model-model terbaru saat ini.
Mungkin karena masih jarang terlihat di jalan, Seltos selalu menjadi perhatian banyak orang. Apalagi pengguna crossover lain, seperti pemakai Honda HR-V. Ya, mencolok, ditambah warna biru yang mentereng, cocok dengan perawakan provokatif. Pengenal utama dari grille tiger nose yang tersirat jelas di wajah Seltos. Berubah lebih lebar dan tegas, cocok dengan fascia mengotak. Dibuat menyambung dengan headlamp yang sekilas ada kemiripan dengan Range Rover Evoque. Kian mirip lagi, bingkai jendela pilar A yang menyudut. Seolah memang terinspirasi Evoque. Semua lampu sudah LED sampai lampu kabut. Menariknya tipe tertinggi EX+, lampu kabut LED itu model bar vertikal tiga buah. Tampak futuristik dan mahal.
Wheel arch besar berisi pelek 17-inci dengan ban 215/60, paling macho jika dibandingkan Honda HR-V, Mazda CX-3, Chevrolet Trax dan lainnya. Kesannya gagah dan sangat SUV. Nah, beranjak ke belakang Seltos seolah kehilangan karakter. Kalau menutup logo Kia, pasti dikira mobil Cina. Sangat berani dan cocok saja menyandang logo brand sana. Kalau dilihat utuh. Eksterior Seltos tampak ramai karena banyak ornamen. Mulai dari aksen perak, krom dan saling bercampur kombinasi warna. Sampai ada sedikit ornamen merah di center cap pelek. Semua itu biar makin catchy.
Ambient kabin lumayan premium. Meski tetap ada plastik keras dan ringkih di dasbor, doortrim dan beberapa panel. Tapi setiap sentuhan utama di tangan, terasa mewah. Seperti setir tebal dibalut kulit yang enak digenggam. Tuas transmisi juga mantap dan berkualitas tinggi. Semua jok sudah dibalut kulit dengan motif heksagonal. Sunroof standar, walau kecil saja ukurannya.
Ternyata ada perbedaan desain dasbor antara mobil rakitan India ini dengan Seltos yang beredar di Amerika maupun Korea. Jelas terpampang bidang mengotak menyatukan panel instrumen dan head unit monitor layar sentuh, yang tidak ada di dua negara tadi. Coba cek dasbor Mercedes-Benz A-Class dan B-Class. Mirip bukan? Isinya Tentu tak secanggih teknologi yang ada di entry level mercy itu. Panel yang tergolong besar cukup mengurangi daya pandang jika kursi disetel rendah.
Posisi mengemudi enak untuk postur tinggi. Kursi bisa diatur segala arah meski masih manual. Setir juga tersedia pengaturan tilt dan telescopic. Saya suka desain setir flat bottom-nya. Cukup memberi akses lebih ke lutut. Kabin belakang juga tergolong lapang. Ruang kaki dan kepala berlimpah ruah. Bagasi juga lumayan lega. Butuh lebih besar tinggal melipat sandaran kursi.
Nama yang terngiang bila menyinggung crossover atau small SUV, sudah pasti Honda HR-V. Sangat dominan, apalagi punya dua pilihan mesin untuk menggaet pasar lebih luas. Jelas bukan perkara yang mudah untuk lawan mobil ini. Bermodal spek bagus belum cukup. Harga juga harus kompetitif. Sejauh ini, Kia Seltos sudah terlihat menonjol dari sisi desain dan akomodasi. Fitur juga cukup menjanjikan. Tapi yang terpenting, bagaimana rasa berkendaranya? Kombinasi mesin turbo dan DCT jelas begitu memikat.
Bicara fitur, kita mulai dari depan pandangan mata. Panel instrumen memadukan analog dan digital. Bagian tengah tertera MID yang berisi macam-macam data. Ada boostmeter segala yang membuktikan kalau ada rumah keong pendongkrak power. Tampilan layar terkesan high-tech, mudah dibaca dan diatur. Head unit monitor 8 inci masuk dalam satu panel dasbor yang mengotak itu. Setara punya HR-V yang isinya termasuk fungsi koneksi Android Auto dan Apple CarPlay. Ada wireless charging terselip di bawah tombol AC. Ini makin penting untuk mobil sekarang, namun tidak cocok untuk semua smartphone, terutama yang murah.
Sebuah kenop putar dekat tuas transmisi menyita perhatian. Ini adalah mode berkendara dengan pembagian dua jenis guna, untuk Drive dan Traction, sesuai keterangan namanya. Masing-masing punya 3 mode lagi. Untuk mode Drive seperti biasa menyetel mesin dan transmisi, ada pilihan Sport, Eco dan Normal. Sementara mode Traction ada Mud, Snow dan Sand. Mode Drive sudah umum dan biasa dipakai saat berkendara normal. Ingin respons cepat, bisa pilih Sport. Kalau mau irit, pilih Eco. Berkendara biasa saja pilih Normal.
Mode Traction ini unik. Jangan diterjemahkan sesuai peruntukan masing-masing mode. Biasanya tersedia untuk penggerak AWD. Memang tidak relevan untuk pemakaian di jalan aspal mulus saja, tapi bisa bermanfaat saat bertemu permukaan jalan licin. Tetap saja, pilihannya terlalu banyak. Pasti akan jarang dipakai. Tapi setidaknya jadi satu kelebihan Seltos yang tak ada di lawannya. Sayang, rem parkir masih konservatif, belum model elektrik.
Fitur keselamatan sangat cukup, sesuai harga. Airbag ada 6, ada electronic stability control hingga hill assist. Khusus varian tertinggi ini, dapat cruise control.
Spesifikasi teknis Seltos bikin bersemangat untuk selalu berada di balik kemudi. Mesin Kappa 1,4-liter diinduksi turbo plus transmisi dual clutch, tentu saja terdengar menggiurkan. Mirip siapa? tentu langsung teringat VW Tiguan maupun VW Golf yang punya kombinasi serupa. Tak salah bila mengharapkan impresi mirip. Setidaknya mendekati, karena saya sadar mereka beda kelas.
Daya dihasilkan setara mesin 1.4 maupun 1.5 turbo lain. Untuk sekelasnya, Seltos jelas yang paling besar. Tenaga 140 PS/6.000 rpm dan torsi 242 Nm/1.500-3.200 rpm, melampaui mesin naturally aspirated 1.800 cc Honda HR-V Prestige dan 2.000 cc Mazda CX-3. Torsinya saja mendekati Honda CR-V Turbo.
Boost turbo menghibur ketika mulai mendapat suntikan power besar. Namun harus bersabar sampai putaran mesin melewati 2.500 rpm. Di bawah itu, cukup lemot dan lag-nya besar. Sensasi tarikan turbo Seltos tak bisa lepas dari peran transmisi kopling ganda. Bagi yang terbiasa naik Ford Fiesta S, ada kemiripan karakter. Tapi tak sepintar DCT Tiguan. Saat merayap pelan, misal stop n go di kemacetan, rasanya kasar dan seolah gugup pilih gear berapa. Ketika kecepatan beranjak tinggi, baru menunjukkan taji sebenarnya. Dua kopling yang saling estafet memindahkan gear dengan cepat, memang nikmat untuk diajak berlari. Perpindahan begitu sigap, baik di posisi D atau mode manual. Mengasyikkan.
Rasa transmisi manual yang diotomatiskan seperti AGS dan AMT tetap ada. Bedanya perpindahan gigi jauh lebih cepat tanpa jeda besar. Pilih mode Eco dan Sport beda sekali rasanya. Gear akan cepat berpindah di putaran rendah saat mode ECO. Kalau Sport, RPM bermain di putaran tinggi terus. Tapi karena turbo lag besar, kuncinya ada pada mengurut pedal gas. Toh akselerasi tetap berlangsung cepat, cenderung mendorong kuat sampai tak terasa sudah tembus 140 kpj.
Sayangnya begitu putaran beranjak tinggi hingga melewati 5.000 rpm, tenaga menurun drastis seolah ditahan. Powerband menumpuk di tengah, mengindikasikan tenaga yang paling enak bermain di putaran menengah. Seolah mengutamakan efisien bahan bakar. Buktinya memang tergolong irit. Dari penghitungan MID, didapat 10,7 kpl untuk rute dalam kota, dan 15,5 kpl saat melaju 100 kpl konstan di tol.
Kualitas pengendaraan layaknya mobil Eropa. Terutama keheningan kabin dan kestabilan di kecepatan tinggi. Feedback setir padat, cukup memberi kepercayaan diri tinggi setiap menikung. Moncong juga bereaksi tajam. Malah tak terasa seperti sebuah SUV, lebih ke arah compact hatchback.
Padahal konstruksi suspensi terbilang biasa saja. Depan pakai McPherson Strut, belakang torsion beam. Tapi racikannya enak, dengan redaman padat walau bantingan memang disetting keras. Hasilnya, tidak ada gejala ajrut-ajrutan dan tidak sampai terlampau kaku. Setup profil ban 60 di pelek 17 inci tipe EX+ ini tergolong tebal. Menambah peredaman saat menemui jalanan kasar.
Tawaran harga dari Kia tak kalah merayu. Lebih mahal sedikit dari Honda HR-V 1.5 tertinggi, tapi mendapat tenaga paling besar di kelasnya. Plus, satu-satunya bertransmisi DCT. Bagi yang senang mengemudi sendiri, jelas pilihan sangat menggoda. Asalkan, jangan terlalu berharap menyamai VW Tiguan, masih jauh. Soal itu sangat wajar karena beda kelas. Paling tidak tetap menjadi perhatian di jalan. Harus diakui desainnya sangat atraktif dari segala sudut. Emblem Kia yang tidak sebanyak logo H membuatnya eksklusif. Pantas diakui compact SUV/Crossover paling anti-mainstream saat ini. (Odi)
Baca Juga: Nissan Kicks e-Power, Seberapa Efisien Teknologi Hibridanya?
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.