Tahun 2020 tidak buruk-buruk amat. Industri otomotif memang terdampak pandemi yang membuat penjualan drop. Tapi bukan berarti tak ada upaya dari para pabrikan. Tetap banyak model baru yang keluar demi menggairahkan pasar. Dari sekian mobil yang meluncur, menurut saya Kia Sonet mencuri perhatian paling besar. Ada beberapa alasan. Desainnya keren, fiturnya seabrek, dan dibanderol dengan harga menarik.
Lewat PT Kreta Indo Artha, APM baru Kia memperlihatkan harapan tinggi terhadap Sonet. Misalnya saat jauh hari sebelum resmi meluncur. Unit tes berkamuflase sengaja wara-wiri memancing perhatian. Bisa sebagai bahan pengujian, sekaligus menggoda siapa pun yang melihat. Sontak fotonya langsung tersebar di dunia maya. Kemudian muncul hitung mundur di laman resmi Kia menuju hari peluncuran. Terkesan heboh. Berarti menunjukkan ada sesuatu spesial yang jarang ditawarkan brand Korea Selatan selama ini.
Tanpa menunggu terlalu lama, Sonet meluncur tepat 11 November. Harganya langsung mengejutkan, tidak sampai Rp 300 juta. Tepatnya Rp 289 untuk tipe termahal Premiere seperti unit tes warna merah ini. Terngiang produk Cina yang menawarkan kombinasi harga dan fitur istimewa. Bentuk keseriusan Kia lain ada dari jumlah varian. Total 5 tipe dijajakan dengan rentang harga lumayan besar. Paling murah bahkan cuma Rp 193 juta.
Pertanyaan berkecamuk, apakah termasuk murah atau mahal? Mengeluarkan uang segitu apakah sepadan? Itu yang saya cari tahu. Karena dengan mengeluarkan duit segitu, menyasar dua segmen sekaligus, Low MPV dan Low SUV 7-seater. Sementara Sonet berukuran mungil ibarat city car. Lagi pula, ia memang dirancang sebagai mobil murah.
Sedikit membahas latar belakang kelahiran Sonet. Asal muasalnya bukan dari Korea Selatan, negara merek ini berdiri. Pengembangannya terpusat di India dan sekaligus melakukan debut global. Masuk Indonesia pun dalam status CBU. Di India, Sonet dirancang agar masuk segmen bernama sub-4m. Angka 4 menandakan panjang bodi tak sampai 4 meter. Mesinnya pun harus dibawah 1.200 cc untuk bensin dan 1.500 cc untuk diesel. Dengan kata lain, seperti kelas LCGC di sini, karena mendapat insentif pajak dari pemerintah.
Konstruksi memakai platform K2 yang juga menjadi basis Kia Seltos. Tapi jika dikaitkan langsung dengan saudaranya berlogo Hyundai, Sonet adalah Hyundai Venue versi Kia. Keduanya pun masuk sub-4m.
Sesuai regulasi, dimensi tak lebih dari 4 meter. Sekompak itulah Sonet dengan ukuran tak lebih dari sebuah compact hatchback. Tercatat panjang 3.995 mm, lebar 1.790 mm dan tinggi 1.642 mm. Sementara jarak antarsumbu roda sepanjang 2.500 mm dan ground clearance 205 mm.
Tawaran mesin di pasar India ada banyak. Mulai dari 1.200 cc naturally aspirated 83 PS/115 Nm. Kemudian unit baru 3-silinder 1.000 cc turbo dengan daya 120 PS/172 Nm yang disalurkan transmisi manual tanpa kopling 6iMT atau DCT 7-speed. Pilihan diesel tersedia 1.500 cc Wastegate Turbocharger (WGT) 100 PS/240 Nm. Versi lainnya memakai Variable Geometry Turbocharger (VGT) menghasilkan 115 PS/250 Nm.
Setidaknya ragam itu menjadi pembeda dengan Kia Sonet yang dijual untuk pasar Tanah Air. Sonet di India masuk dalam kelas mobil kecil berharga terjangkau. Tapi tentu beda dengan di sini. Pastinya ada banyak penyesuaian.
Melihat tampilan Sonet, masih ibarat oase di tengah padang pasir. Karena masih asing di mata awam, membuatnya tampilan berbeda di tengah deretan mobil lain yang sudah membosankan. Lagi-lagi Kia berhasil mengkreasikan desain aktraktif sedap dipandang. Uniknya, tanpa perlu bermain lekuk tajam nan tegas agar tersirat kesan sporty dan futuristik. Sama sekali tidak mencirikan mobil 'Made in India'.
Desain Peter Schreyer terus mewarisi. Benang merahnya masih tampak jelas sampai Chief Design Officer sekarang dijabat Karim Habib. Grille Tiger Nose tampak abadi mengisi fasad. Menjadikan identitas yang bakal terbawa seterusnya. Menyatu dengan headlamp lebar dan menciptakan karakter gagah SUV sejati.
Melihat wajah secara frontal begitu mengintimidasi. Yang mengherankan, tak perlu bermain sudut-sudut tajam di sisa bagian bodi lain. Kalau melihat dari jauh, Sonet tampak besar. Karena lebih banyak menyajikan desain menggelembung halus. Membuatnya tampak 'bulky' dan menyiratkan otot besar. Segala sisi tidak ada yang janggal dan tetap enak dilihat. Proporsi bodi dan roda ditopang pelek 16 inci dalam balutan ban Apollo setebal 215/60. Wheelarch yang menggelembung lebar terisi penuh dengan fitment pas.
Semua itu diakhiri bentuk bokong sederhana tertata rapi. Bahkan kamera parkir tersimpan di area tersendiri. Cukup kontradiktif dengan wajahnya, beruntung tak terlampau polos. Garis melekuk selebar bodi menghias bentuk lampu simpel. Sedikit berlebihan di area skid plate. Terdapat dua bidang trapesium sebagai pengecoh lubang knalpot.
Ukuran tubuh Sonet versi Indonesia sedikit berbeda dengan di India. Berdasar data brosur, panjangnya 4.120 mm, lebar 1.790 mm dan tinggi 1.615 mm. Melar sedikit karena ketambahan moulding di bemper belakang. Tidak berpengaruh sama sekali, tetap ringkas setara hatchback kompak. Mirip dimensi Toyota Yaris dan Kia Rio. Enak diajak berkelit di kepadatan jalan ibukota.
Trah sebagai SUV memberi keistimewaan yang tak dimiliki hatchback biasa. Ground clearance menjulang 205 mm memberi banyak jarak dengan permukaan tanah. Aman melibas jalanan rusak tanpa ada rasa khawatir kolong mobil mentok. Tidak seperti compact hatchback yang rata-rata rendah.
Gambaran interior Sonet mirip seperti Seltos. Nuansa sporty hitam menyambut seketika membuka pintu. Terlihat mewah, walau tak menjalar sampai sentuhan. Ada beberapa panel memakai plastik keras, untungnya tidak terlalu banyak. Masih dominan bagian mewah.
Area panel instrumen dan monitor head unit menyatu juga seperti Seltos. Desainnya mirip dashboard Mercedes-Benz A-Class dan B-Class, tapi tidak berisikan dua monitor beresolusi tinggi. Tapi masih terlihat canggih, terutama panel instrumen. Perpaduan grafis analog dan informasi digital membuatnya terlihat mahal. Semua jok sudah terbalut kulit khusus tipe Premiere dan Dynamic. Begitu juga setir sampai tuas transmisi.
Ruang depan tergolong lapang untuk diduduki orang berpostur lebih dari 180 cm. Ergonomi semua tombolnya juga bagus, mudah dijangkau tangan. Posisi mengemudi cenderung tinggi layaknya SUV. Dengan visibilitas luas ke segala penjuru karena posisi garis bahu dibuat rendah. Bikin percaya diri meski postur aslinya tidaklah besar.
Bodi kompak berdampak ke kursi belakang. Tidak banyak tersisa ruang kaki untuk penumpang jangkung. Kursi depan harus rela dimajukan lagi agar tercipta ruang. Headroom masih lumayan berlimpah. Menegaskan mobil ini lebih diperuntukkan disetiri sendiri.
Masih sah dipakai sebagai mobil keluarga, asalkan anak-anak masih kecil. Toh tersedia bagasi besar untuk menampung banyak barang. Deknya cenderung rendah sehingga tercipta 392 liter. Tergolong dalam karena masih tersimpan ban serep full-size. Tapi kargo sebesar itu jadi terasa janggal akibat jok belakang dengan sandaran menyatu. Tidak bisa dilipat terpisah 50:50 atau 60:40. Kurang praktis.
Bahas bagian ini bisa panjang lebar. Karena fiturnya banyak sekali yang membuat value-nya begitu besar dan mendapat kesan murahnya. Cukup tergambar dari seabrek fitur dimiliki Seltos. Tapi ini dikemas jauh lebih terjangkau, tak sampai Rp 300 juta. Kalau melihat fitur-fiturnya dulu tanpa mengetahui banderol, pasti Anda akan menganggap mobil ini sekelas Rp 300 jutaan.
Paling gampang memulai dari peranti yang tak ada di mobil seharganya. Pertama tersedia wireless smartphone charger. Fitur penting tanpa repot mengisi baterai gawai tersedia di sela konsol tengah. Ada ventilasi AC mencegah ponsel overheat saat dicas. Tapi ingat, tidak semua smartphone berfungsi. Harus punya Qi System dulu, biasanya seri flagship punya itu.
Nama Bose terpampang sebagai peracik sistem audio. Suara keluar dari 4 speaker utama. Frekuensi diatur 2 tweeter di pojok, lalu subwoofer sebagai pemain frekuensi rendah. Suaranya cukup berkualitas walau biasa saja. Setidaknya tidak perlu upgrade lagi. Sumber pengaturan berasal dari monitor 8 inci dengan ragam konektivitas. Ada Android Auto, Wireless Apple Car, Bluetooth dan voice recognition.
Paling menarik meski tak terlalu penting. Terdapat Mood Light di side door pocket. Lampu menyala kerlap kerlip mengikuti ritme musik bila volume suara dibesarkan. Warnanya bisa diatur sesuka hati. Lumayan memberi nuansa berwarna bila malam hari. Anak muda pasti suka karena seperti sedang di arena dugem.
Kemudian punya Remote Engine Start. Singkatnya menyalakan mesin dari luar kabin hanya menekan tombol di remote. Berguna menghemat waktu memanaskan mobil dulu sebelum beranjak pergi. Atau bisa dimanfaatkan mendinginkan suhu kabin terlebih dahulu. Jika ingat, fitur ini juga ada di Chevrolet Trailblazer
Satu fitur ini yang tak pernah terpikirkan ada di mobil berharga terjangkau. Bahkan sangat penting dan berguna. Ialah ventilated seat, menurut saya solusi cerdas untuk iklim tropis. Semburan AC keluar dari kisi-kisi kecil di sandaran kursi. Bila cuaca sedang panas, seketika menambah kenyamanan yang sulit ditandingi mobil seharganya. Tapi pendingin saja, tanpa pemanas.
Paling tidak, segala perangkat itu mampu melampaui SUV kasta lebih tinggi. Belum ditambah fitur standar seperti lampu LED, auto climate control, sunroof, TPMS hingga cruise control. Sistem keselamatannya terdiri dari 6 airbag, ABS+EBD, Electronic Stability Control (ESC) dan Hill Assist Control (HAC). Tentu akan berlebihan jika mengharapkan Blind Spot Monitoring System maupun Lane Departure Warning. Ini saja sudah berlebih.
Konsekuensinya bisa mengurangi fitur yang tidak terlalu dibutuhkan. Misal pengaturan jok elektrik dan rem parkir elektrik. Semua masih konvensional lewat pengaturan manual. Mungkin banyak yang menganggap itu sebuah kekurangan. Tapi bagi saya bukan. Pastinya lebih awet untuk jangka, terhindar dari malfungsi kelistrikan terlalu banyak. Minus yang jadi perhatian hanya tidak punya pengaturan setir telescopic serta rem belakang tromol.
Opsi mesin di India terdengar lebih menggugah. Ada pilihan turbo 3-silinder 1,0-liter menghasilkan 120 PS dan torsi 172 Nm. Pasangan gearbox-nya DCT 7-speed merupakan kombinasi serupa dengan Seltos. Tapi stigma negatif mesin ganjil pastinya masih tertanam di benak mayoritas konsumen lokal. Padahal hembusan turbo plus reaksi kopling ganda pastilah mengasyikkan.
Namun pilihan untuk pasar Indonesia tidaklah salah. Memakai unit Smartstream Gamma II 4-silinder 1,5-liter naturally aspirated, dengan Dual CVVT dan Dual Fuel Injector, lebih mudah akrab untuk pasar sini. Ekstraksi daya dihasilkan tidak mengecewakan. Output sebesar 115 PS di 6.300 rpm dan torsi maksimum 144 Nm di 4.500 rpm. Di atas mayoritas mesin "cenggo" NA lainnya.
Mesin terasa powerful bahkan melebihi angka di atas kertas. Terus terang, tidak terasa seperti mesin 1,5-liter biasanya. Momen puntir mulai menyeruak sejak putaran mesin rendah, ditambah aliran deras daya kuda mulai 2.500 rpm ke atas. Tentu unit pemacu tak sendirian dalam memberikan karakter performa sedemikian enak. Paket powertrain akan disempurnakan padu padan gearbox yang tepat. Sebagai aspek penyalur daya, mengandalkan transmisi termutakhir Smartstream iVT (Intelligent Variable Transmission).
Ialah CVT (Continuous Variable Transmission) hasil inovasi terbaru Hyundai Group. Caranya mengganti sabuk CVT konvensional dengan rantai. Bertujuan untuk mengkombinasikan efisiensi sebuah CVT, sekaligus meningkatkan respons ketika berganti rasio. Lalu menggunakan tensioner untuk mengatur diameter pulley yang mampu mengurangi slip dan menambah efisiensi. Ditambah lagi, rantai bebas perawatan. Sehingga masa pakainya jauh lebih panjang dari CVT biasa. Menurut pihak pabrikan, iVT memberi rasa responsif, makin irit dan durabilitas tinggi.
Klaim itu benar adanya. Diantara CVT lain yang pernah saya coba, iVT Sonet pantas jadi yang terbaik. Tidak terasa lamban seperti karakter kebanyakan CVT pengejar irit. Ada sentakan layaknya matik torque converter saat kickdown, dibarengi perpindahan gigi cekatan. Total ada 8 percepatan virtual dengan rasio rapat. Setiap langkah berpindah tetap sehalus CVT, namun berlangsung singkat dan cepat sehingga mengeliminir kekosongan torsi. Inilah mengapa akselerasi Sonet terasa spontan dan responsif. Begitu pula shifting manual via shiftronic. Reaksi antargigi berjalan smooth plus cekatan. Belum pernah merasakan CVT semenyenangkan ini.
Efisiensi juga terbukti. Berdasar data Multi-Information Display (MID), konsumsi penggunaan dalam kota yang padat banyak stop & go, tercatat 10,3 kpl. Cruising santai di jalan dengan rentang kecepatan 80 - 100 kpj didapat 18,4 kpl. Rute kombinasi 13,5 kpl. Cukup menggunakan bensin RON 92 mengisi 45 liter tangki bahan bakar.
Masih ada lagi. Tersedia 3 mode berkendara, Eco, Normal, Sport, yang diatur lewat tombol di bawah AC. Berkendara harian di kota, Eco bisa lebih menghemat lagi. Namun tenaga terasa tertahan tidak seperti mode Normal. Saat ingin mengeksplorasi putaran mesin tinggi, Sport mampu mengakomodasi. Dan baru tersadar raungan mesin Smartstream Gamma II ternyata merdu juga.
Konstruksi kaki-kaki Sonet sederhana saja. Suspensi depan model Macpherson Strut, belakang Torsion Beam. Ekspektasinya tentu setelan nyaman seperti ciri Kia lain. Redaman mantap mengusir getaran hingga ke dalam kabin. Tapi harus diakui, bantingan termasuk keras menggambarkan mobil kecil nan ringan. Bila duduk di kursi belakang akan terasa itu. Namun bukan berarti kaku dan terlampau kasar. Peredam kejut bekerja optimal menciptakan rasa berkendara dewasa berkiblat ke mobil Eropa. Plus keheningan kabin superior tanpa terganggu kebisingan ban dan dunia luar.
Kestabilannya saat kecepatan tinggi terasa mantap. Feedback setir lumayan hambar, wajar tipikal electric power steering. Tapi gradasi perubahan bobot MDPS berlangsung mulus. Putaran setir ringan kala berjalan pelan dan parkir. Berangsur berat seiring pertambahan kecepatan.
Ada lagi gimmick mode traksi tepat di sebelah tombol drive mode. Pilihannya Mud, Snow dan Sand. Otomatis tak terpakai bila berkendara normal sehari-hari. Mungkin bakal dibutuhkan bila melewati medan tanah, licin atau berpasir. Setidaknya sudah dibekali jika suatu saat diperlukan. Sebagai pembuktian jati diri SUV tulen juga, meski cuma penggerak roda depan (FWD).
Kia Sonet seperti melabrak rasionalitas. Logika terbalik mobil berfitur mewah tanpa harus mahal, bukan lagi peruntukan brand Cina. Bujet Rp 290 juta seharusnya tak hanya berkutat di opsi compact hatchback semacam Toyota Yaris, Honda Jazz atau Mazda2. Sonet yang beridentitas small SUV, sanggup meladeni tanpa perlu minder. Malah amunisinya jauh lebih lengkap.
Semua kebutuhan sebagai mobil kota harian terpenuhi. Desain eksterior dan interior keren, sistem audio cap ternama, ventilated seat yang bikin punggung adem, fitur keselamatan cukup, mesin dan transmisi menyenangkan dan kaki jangkung dirancang untuk jalanan kurang bersahabat. Belum lagi jaminan 7 tahun yang diberikan pihak Kia Indonesia. (Odi)
Baca Juga: Kia Seltos EX+: Paling Menonjol di Kelasnya
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.