Ada yang unik dalam segmen medium sedan kelas pabrikan premium. Para pemain Eropa menjadikannya sebagai lahan persaingan paling ideal. Karena di kelas ini menjadi penengah antara kemewahan kelas satu, dengan kepraktisan dan kedinamisan dalam berkendara. Dan juga sudah lama tercipta dari dulu. Diisi oleh para ikon seperti BMW 5 Series dan Mercedes-Benz E-Class.
Sebenarnya masih ada Audi A6 sebagai pemain kuat. Namun karena eksistensinya tidak selama dua nama tadi, maka saya anggap tidak menjadi benchmark. Meski pabrikan dari Jerman mendominasi pasar, beberapa pabrikan dari belahan Eropa lain tidak mau ketinggalan mewarnai persaingan. Contohnya Maserati, yang kini punya Ghibli untuk bermain di segmen sedan bisnis dengan karakter atletis.
Bisa dibilang Ghibli kurang terlihat tajinya hadir ke kelas ini. Terutama bila bicara soal volume penjualan. Padahal Maserati sudah berupaya cukup keras dengan mengubah identitas Ghibli menjadi wujud yang berbeda. Ghibli yang awalnya dilahirkan sebagai sebuah coupe gran turismo yang seksi, berangsur telah berevolusi menjadi sedan empat pintu.
Pecinta Maserati pasti ingat betul betapa cantiknya generasi AM115. Sebuah coupe 2+2 dengan bonnet panjang, hasil karya desainer Giorgetto Guigiaro. Bahkan masuk peringkat 9 terbaik dalam daftar Top Sports Cars of 1960 oleh majalah Sports Car International. Lampu depan pop-up, moncong runcing seperti ikan hiu dan gaya fastback, membuatnya cukup ikonik saat itu. Belum lagi kalau melihat versi Ghibli Spyder yang semakin menggoda dengan atap terbuka.
Kemudian pada generasi kedua (AM336), Ghibli berubah menjadi sedan coupe yang bentuknya boxy, tidak seseksi pendahulunya. Generasi kedua lahir setelah nama Ghibli sempat absen lama dari line-up Maserati. Yaitu antara 1973 sampai 1992. Melalui generasi ini, Maserati sudah mantap bermain dengan mesin berinduksi turbo. Melanjutkan kiprah model Biturbo Coupe. Sejak itu, Maserati betah benamkan mesin turbo di sejumlah produknya.
Sampai pada 2013, lahirlah generasi terkini Ghibli dengan kode M157. Strategi dan harapan untuk menggandakan volume penjualan (sebelum ada Levante), Maserati menjebloskan Ghibli terbaru ke kelas 5 Series dan E-Class. Masih pakai mesin turbo, Ghibli nyatanya berhasil bertahan sampai saat ini di pasar.
Targetnya ingin meraih angka penjualan lebih tinggi. Tapi bukan berarti Maserati menjiplak begitu saja formula yang dipakai Merc dan Bimmer. Ghibli terbaru dibuat dengan tetap mengangkat karakter khas Italia yang karismatik dan seksi sebagai mobil. Sisi emosional tampak ingin disentuh pada pertimbangan konsumen agar bisa melirik Ghibli. Lihat saja tampangnya yang lebih sporty dan berotot, Ghibli lebih menggugah dilihat sebagai fun machine untuk digeber.
Saya ditawarkan untuk menguji Maserati Ghibli belum lama ini di Jakarta. Lumayan lama bisa bercengkerama dengannya selama beberapa hari. Memang sehari-hari di jalanan Jakarta pasti Anda jarang menjumpai Ghibli. Malah Quattroporte lebih eksis. Saat akhirnya serah terima unit, saya langsung penasaran kenapa mobil ini kurang populer di antara sedan premium lainnya, terutama di Indonesia.
Melihat wujud luarnya memang menggoda, apalagi kalau sudah terbiasa dengan tampang 5 Series, E-Class atau A6 yang konservatif. Lekuk fender depan dan belakang yang menonjol membuatnya sangat berkarakter sporty, apalagi bonnet panjang yang dipertahankan dari Ghibli awal. Grille besar dan tiga lubang di fender depan menjadi ciri khas pabrikan berlogo Trisula ini.
Perasaan campur aduk datang saat membuka pintu dan masuk ke dalam kabin. Setelah menikmati paras seksi dan modern di eksterior, dalamnya justru bermain ke arah klasik. Kombinasi trim material kulit dan kayu mendominasi bagian dashboard dan konsol tengah. Unit yang saya tes adalah varian Ghibli base model. Jadi mungkin bisa dimaklumi kalau trim kayu yang disajikan pada interior terasa biasa saja dan kurang istimewa. Bahkan finishing-nya tak mengesankan, apalagi kalau disentuh.
Jok pengemudi terasa sangat besar untuk sedan sekelas ini, yang kadang membuat agak susah mendapat sweet spot pada posisi duduk. Lingkar setirnya sangat tebal untuk pengemudi berpostur rata-rata Asia. Mungkin rancangan interior Maserati masih berorientasi pada karakter tubuh pengguna di Kaukasian yang lebih bongsor. Saya langsung bertanya ke diri sendiri dalam hati, “akankah saya bisa benar-benar menikmati mobil ini selama beberapa hari ke depan?”
Namun harapan mulai terjawab saat mesin dinyalakan. Berbedanya aura Ghibli dari para rival sekelas langsung terasa begitu raungan V6 3,0 liter twin-turbo dari balik kap mesin terdengar dari dalam kokpit. Saya mainkan sedikit pedal gas saat masih dalam kondisi berhenti, dan suara mesinnya semakin menggoda untuk diajak ‘nakal’ di jalan. DNA seekor monster seolah terkandung di dalam tubuh Ghibli.
Saat awal melaju, Ghibli langsung merespons galak. Kombinasi mesin dengan transmisi 8 percepatan dari ZF punya karakter seakan menggunakan dual-clutch. Mobil tidak langsung melaju pelan saat masuk ke posisi D dalam kondisi idle. Roda baru bergerak saat pedal gas mendapat input, sehingga lajunya di awal agak jumpy. Ya butuh adaptasi sedikit untuk mengajaknya merayap di tengah lalu lintas pada, mirip kalau sedang bersama supercar seperti Ferrari.
Meski dalam kondisi mode mengemudi Comfort, putaran setirnya berat untuk sebuah sedan dengan dimensi sepanjang nyaris 5 meter ini (4.971 mm). Anda yang terbiasa membawa BMW atau Mercedes pasti akan kaget begitu pindah ke Maserati. Pun saat merasakan perilaku suspensinya, yang cenderung rigid untuk sebuah varian entry. Semakin jelas orientasi Maserati dalam mengembangkan Ghibli, fokuskan kecepatan dan kedinamisan.
Layaknya idealisme yang ditawarkan pabriakan supercar Italia. Mengingat lalu lintas di jalanan kota Jakarta yang sudah semakin padat, saya ingin cepat-cepat cari jalanan lengang untuk mengenal performa sebenarnya dari Ghibli. Saya putuskan untuk menuju jalan tol Antasari menuju Cinere yang tidak pernah benar-benar padat lalu lintasnya. Benar saja, begitu gas dibejek habis, Ghibli langsung melesat galak dan memberikan teriakan mesin syahdu, apalagi saat menyentuh rpm tinggi. Dan ini masih menggunakan mode Comfort!
Terbuai nikmatnya nyanyian V6, saya lalu pindah ke mode Sport. Ooh, betapa semakin nikmatnya Ghibli diajak berakselerasi. Katup pada knalpot terbuka bebas, memberikan buangan gas dari mesin yang lebih bikin merinding. Mengerahkan puncak tenaga 345 hp dan torsi 500 Nm sampai ke redline bagaikan mendengarkan Rod Stewart membawakan hits terbaik. Indahnya lantunan mesin seakan mengatakan bahwa Maserati adalah pabrikan hebat yang pernah berjaya pada dekade awal F1. Salah satunya dengan Juan Manuel Fangio.
Chassis yang rigid juga membuat pengendaliannya cekatan, lincah dan mantap setiap bermanuver. Sayangnya permukaan aspal dan beton di sepanjang tol ini terlalu bumpy untuk memacu Ghibli sampai mendekati top speed. Tidak ingin sampai terjadi apa-apa karena mobil terlalu jumpy dengan suspensinya yang keras. Perilaku chassis Ghibli ini menurut saya mirip BMW M2 Coupe yang menjadi benchmark sedan fun bagi saya. Kalau memang tidak bisa dibilang sama.
Kesenangan di balik setir Ghibli seharusnya bisa lebih maksimal lagi. Seandainya saja varian terbawah ini sudah dilengkapi paddle shifter. Untuk menggeber mesin maksimal, saya harus menggunakan stick shifter, yang menjadi kurang praktis.
Bicara soal fitur, mungkin Ghibli memang bukan yang melimpah. Untuk kenyamanan saat berkendara, sistem infotainment sudah berlayar sentuh 9 inci dan terhubung audio Harman Kardon. Bagi pemerhati teknologi, mungkin interface monitor di dashboard tidak begitu menarik, walaupun sudah mendukung Apple CarPlay dan Android Auto. Apalagi tombol pengendalinya di konsol tengah yang belum sepraktis dan intuitif iDrive milik BMW. Tapi setelah tahu seperti apa karakter pengendalian Ghibli diajak kencang, saya bisa maklumi kekurangan Maserati di sektor ini.
Lalu bagaimana Ghibli sebagai pengangkut penumpang? Kita tidak bisa hindari fakta bahwa setiap pemilik mobil premium akan banyak yang menikmatinya dari kursi belakang. Saya sempat mengajak beberapa rekan untuk cicipi jok belakang. Salah satu rekan yang punya tinggi badan 177 cm mengaku bisa duduk dengan nyaman dan lega selama perjalanan. Meskipun suspensinya dalam kondisi normal termasuk keras.
Yang jelas, soal akomodasi masih sebanding dengan para counterpart dari negeri Jerman. Kelegaan kabin baris kedua, dan bahkan bagasi yang luas dan praktis, karena sudah bisa dibuka dengan gestur tendangan kaki di bawah bumper. Cukup mendukung fungsi sebagai sedan keluarga yang memberikan win-win solution untuk pengemudi dan penumpang.
Bercengkerama Bersama Ghibli menjadi pengalaman unik untuk merasakan sensasi berbeda dari sebuah sedan bisnis nan atletis. Memang ada sejumlah poin yang saya rasa bisa berikan lebih baik pada varian ini. Tapi untungnya, tidak seperti rival sekelas, Ghibli sudah dapatkan opsi personalisasi sebagai jawaban. Entah soal fitur atau trim pemanis kabin, bisa didapatkan melalui fasilitas ini.
Worthed? Rasanya cukup layak untuk rela menggelontorkan uang lebih banyak demi bisa bersenang-senang dengan Ghibli. Apalagi kalau bosan dengan pilihan yang itu-itu saja. Kalau E-Class atau 5 Series di garasi Anda sudah kurang menggairahkan dan belum rela jebol tabungan untuk versi AMG dan M Division, Ghibli bisa dilirik untuk bisa semakin banyak yang melirik di jalan. (Why/Odi)
Foto: Setiono
Baca Juga: Mercedes-Benz C180, Status Baru Sang CIBO
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.