Generasi terbaru CR-V jelas sebuah amunisi baru yang begitu menjanjikan. Karena bisa memenuhi kebutuhan dari sisi performa dan efisiensi bahan bakar. Terutama varian e:HEV atau hybrid. Mampu memberikan sensasi berkendara melebihi mesin turbo, namun bisa seirit city car juga. Kompromi yang tepat meski konsumen harus membayarnya semakin mahal lagi.
Honda Connect menjadi pembuka perjumpaan kami. Ada sejumlah fungsi yang bakal sangat membantu pemilik CR-V. Misalnya fungsi Find My Car berbentuk peta. Mobil dapat terdeteksi dari jarak 2 km dengan cukup presisi bahkan terhubung dengan aplikasi Google Maps. Sehingga memudahkan untuk mencari rute. Bisa langsung menyalakan mesin juga dari jauh dan menyalakan AC dulu supaya kabin sudah dingin ketika masuk.
Mencari posisi berkendara tepat juga lebih mudah karena adanya pengaturan jok elektrik ke enam arah. Terdapat memory seat pula dengan dua slot penyimpanan. Fitur kecil tapi rasanya premium. Sayang penyetelan kemudi secara tilt dan telescopic masih manual. Padahal bila dibuat elektronik bisa meningkatkan nilai kemewahan dan kepraktisan. Tapi kelengkapan pengaturan kursi dan setir sudah sangat memenuhi kebutuhan esensial. CR-V bisa mengakomodasi pengemudi dengan berbagai postur tubuh agar duduk nyaman.
Tubuhnya yang cukup besar nyatanya tak sulit untuk dikendalikan. Visibilitas CR-V luas dan tak banyak titik buta. Desain dasbor yang tak banyak pernak-pernik dan gambot memudahkan untuk memantau kondisi di depan.
Pemantauan informasi kecepatan dan rute dapat dilakukan melalui head-up display. Pada dasarnya ia merupakan proyeksi dari panel LED di dasbor ke jendela. Tampilannya juga bisa diseting dalam berbagai pilihan. Ini tentunya membantu pengemudi untuk tetap fokus memantau jalan, ketimbang harus mengalihkan pandangan ke arah panel instrumen digital atau head unit. Walau memang kedua perangkat tersebut turut memperlihatkan informasi rute maupun kendaraan.
Jantung pacu CR-V RS e:HEV kami nilai superior. Kombinasi mesin konvensional dan motor listrik mencapai 207 PS dengan torsi 335 Nm. Dinamo itu sendiri menciptakan tenaga tertinggi 184 PS, sedangkan mesin peminum bensin berkubikasi 2,0 liter dengan konfigurasi 4 silinder i-VTEC menyemburkan 147 PS dan 181 Nm.
Pergerakan pun sangat mulus, wajar karena ia pakai transmisi eCVT. Sebenarnya ia sejenis continuously variable transmission yang halus tanpa jeda perpindahan gigi. Tapi ini dirancang khusus kebutuhan mobil elektrifikasi dengan konstruksi berbeda. Hasilnya energi dorong mengalir cepat dan meningkat lancar.
Menariknya, suara mesin galak tapi merdu di telinga terdengar di dalam kabin. Ini berkat peran Active Sound Mode yang mengamplifikasi suara jantung mekanis. Lebih menggelitik lagi, memberikan efek perpindahan gigi yang rapat dan cepat layaknya mobil sport. Walau artificial sound, tapi setidaknya memberikan sensasi. Toh, respons dan laju yang diberikan sesuai ekspektasi.
Pengendalian di kecepatan tinggi terasa solid. Kemudi stabil dengan respons pergerakan roda presisi. Tak perlu banyak koreksi karena Honda sendiri melakukan peningkatan steering dengan komponen baru yang rendah friksi. Selain itu, rangka diperkuat sehingga menjadi lebih rigid sehingga mempengaruhi kestabilan. Ditambah setelan suspensi yang memang terasa lebih keras, tapi sangat cocok untuk dibawa bermanuver di kecepatan tinggi. Namun, saat kecepatan normal atau bahkan lambat tetap nyaman, bahkan terkesan punya rasa peredaman premium. Kemudian sistem pengereman terasa padat dan tanggap. Hal yang harusnya memang disuguhkan mobil Rp800 jutaan.
CR-V RS e:HEV memiliki drive mode untuk menentukan kinerja mesin sesuai kebutuhan. Ada tiga, yaitu ECON, Normal dan Sport. Tanpa ragu kami pilih Sport. Motor listrik dan enjin bensin bekerja sama dengan respon lebih cepat dan tanpa ditahan oleh pengaturan komputer untuk mengejar efisiensi. Langsung kaki menginjak pedal gas dalam-dalam, seketika ledakan tenaga terasa yang menjambak kepala ke sandaran.
Ketika pindah ke ECON, terjadi perubahan signifikan. Akselerasi terasa ditahan agar tak berada di putaran mesin tinggi. Sistem fokus kepada penggunaan motor listrik. Di saat baterai lithium-ion sudah habis, mesin langsung menyala men-charger sekaligus membantu putaran roda. Ketika dirasa cukup ia langsung memutus sokongan. Setelan lainnya adalah transmisi di posisi B. Ya, biasanya indikator di bawah D diisi oleh S atau L. Namun, B berfungsi sebagai sistem otomatis yang fokus kepada penghematan. Karena secara otomatis regenerative brake (RB) menyala dan disetel penuh.
RB sendiri punya tujuan mengonversi energi kinetik dari pengereman menjadi listrik yang disimpan di baterai. Ia dapat disetel dalam 4 level melalui paddle shifter. Bukan menjadi pemindah gigi, tuas di belakang kemudi berfungsi menyetel RB sesuai kebutuhan pengemudi dan disebut paddle decelerator. Sebelah kanan untuk mengurangi kekuatan, sebelah kiri untuk menambah.
Semakin tinggi maka hambatan yang dirasakan saat melepas pedal gas semakin besar. Ini layaknya mengubah pedal akselerasi menjadi teknologi one pedal. Tentu saja diperlukan kebiasaan untuk mengoperasikannya dengan mulus. Sebab semakin tinggi hambatan, mobil seperti direm cukup dalam membuat seluruh penumpang terdorong ke depan. Sebagai catatan, bila menggunakan transmisi di posisi D juga bisa memakai fitur RB. Tapi ia secara otomatis tidak aktif setelah beberapa saat karena tuas di transmisi D bertujuan mengejar kenyamanan standar.
Dalam kondisi jalanan padat yang tak jarang harus stop&go, kondisinya menarik. Karena bisa memanfaatkan motor listrik saja. Karena tak butuh energi banyak untuk bergerak di tengah kemacetan, baterai pun jadi lebih lama habis. Lepas dari kemacetan kami pun bereksperimen bermain dengan paddle decelerator. Menurut Honda pengaplikasian fitur tersebut dengan cermat dapat membantu memaksimalkan efisiensi bahan bakar.
Efisiensi diukur dan mendapat rata-rata konsumsi 20,1 km/liter dengan total perjalanan sekitar 60 km. Sebagai informasi, HPM nyatanya melakukan pengujian internal dengan destinasi yang sama. Mereka berhasil meraih 25,6 km/liter. Walau terpaut cukup jauh, tapi tetap luar biasa untuk mobil berbadan bongsor. Perpaduan sistem komputer pintar, gaya berkendara santai dan keberadaan fungsi regenerative braking.
Karena kami pengguna sistem operasi Android maka koneksi disokong Android Auto menggunakan bluetooth. Aplikasi smartphone pun diproyeksikan, khususnya Google Maps dengan antar muka mudah digunakan dan jelas. Aplikasi musik seperti Youtube Music atau Spotify pun bekerja dengan sangat baik dan punya respon cepat.
Fitur Adaptive Cruise Control paling tepat digunakan di jalan tol. Jarak bis diatur dengan kendaraan di depan. Jadi ketika sensor mendapat mobil sudah masuk ketentuan jarak, secara otomatis laju dikurangi. Berkat sifat adaptif, kami jadi tak perlu banyak bekerja. Cukup memantau dan berjaga-jaga dengan tangan tetap di kemudi.
Keluar tol kami masih mencoba fungsi Low Speed Follow. Mobil dapat bergerak secara otomatis di kecepatan rendah. Memang tidak ideal sebenarnya menggunakan perangkat di jalan raya dengan banyaknya sepeda motor. Soalnya, mobil seringkali mengerem cukup keras guna menghindari sepeda motor yang tiba-tiba memotong jalur kami. Sensor lumayan sensitive mendeteksinya, lantaran ada setelan jarak di depan kendaraan maka sistem langsung bergerak cepat. Demi kenyamanan, kami pun melepaskan fitur Adaptive Cruise Control alias berkendara secara manual.
Jalan sepanjang 30 km yang kami lewati memiliki dua jalur. Di sini kami mencoba fungsi Lane Keeping Assist System (LKAS) dan Road Departure Mitigation System yang menjaga mobil tetap di jalurnya. Fitur membaca keberadaan marka jalan dan nyatanya cukup presisi. Ketika mobil bergerak keluar jalur, sistem secara otomatis langsung mengintervensi kemudi untuk mengoreksi.
Lepas jalan perkotaan, kami dihadapkan jalan sempit dan menanjak. Tak jarang kami harus berhenti lantaran ada kendaraan berat. Bagi pengemudi pemula, fitur Hill Start Assist tentunya bakal sangat membantu. Pasalnya diberikan waktu cukup lama untuk memindahkan kaki dari pedal rem ke akselerasi. Lagi pula terdapat fitur Auto Hold yang bisa diaktifkan. Di mana tiap kali mobil direm penuh sampai mobil berhenti, fitur akan tetap menahan penghela laju sampai pengemudi menginjak pedal gas lagi.
Sering kali harus menyalip kendaraan di depan. Penggunaan mode berkendara ECON tetap mumpuni untuk mengeksekusi aksi overtaking. Walau memang sistem membutuhkan waktu untuk menyetel output mesin ke roda. Kami pun mencoba mode Normal yang sedikit melepas putaran mesin menjadi lebih tinggi. Respon terasa signifikan, kami pun lebih mudah menyalip. Pergerakan di jalan menanjak pun terasa lebih ringan, tepatnya pedal akselerasi seperti tidak tertahan.
Tatanan rangka baru, suspensi dan kemudi sangat membantu kepercayaan diri untuk melaju cepat di jalanan berkelok. Di model Sport tak perlu banyak usaha untuk melesat kencang. Roda seperti menempel tiap kali putaran setir cukup dalam. Arah pun terasa presisi tanpa banyak koreksi kemudi. Di kondisi ini efisiensi konsumsi bahan bakar menyentuh 14 km/liter. Nilai wajar yang sudah kami duga. Walau begitu, angka tersaji tetap memukau padahal gaya berkendara terbilang tak stabil dan fluktuatif. Secara keseluruhan perjalanan menanjak bukan menjadi masalah bagi CR-V RS e:HEV. Ketika motor listrik mengambil alih sepenuhnya, performa disuguhkan juga tetap mumpuni.
CR-V terbaru juga dilengkapi fitur Hill Descent Control yang membantu mengamankan kendaraan ketika bergerak turun terutama di medan curam. Ini kami rasakan saat kondisi lalu lintas padat. Secara otomatis rem bekerja bertahap sambil tetap membiarkan mobil bergerak. Fitur sederhana, tapi setidaknya sangat membantu dalam memberikan ketenangan berkendara.
Fitur lain yang kami rasakan dalam kelompok Honda Sensing adalah Collision Mitigation Braking System. Ia cukup menarik karena fungsinya mengaplikasikan rem saat terdeteksi mobil berpotensi menabrak. Kejadian unit kami alami saat melewati jalan kecil di sekitar ladang padi. Terdapat truk terparkir yang membuat kami harus menyalipnya secara perlahan. Namun, tiba-tiba sistem penghela laju secara otomatis aktif dan bertindak cukup agresif. Ternyata sensor di depan mobil menilai jarak mobil dengan objek terlalu dekat. Ini membuat kami agak kaget, apalagi di belakang terdapat kendaraan mengantri dan sudah tak sabar untuk bergerak. Bisa dikatakan sensor terpasang cukup sensitif membaca. Satu sisi ini sangatlah baik, tapi di lain sisi juga merepotkan ketika jalurnya terlalu padat.
Pindah ke kursi belakang, cukup memanjakan kami dengan ruang kaki dan kepala yang lega. Apalagi sandaran bisa direbahkan dengan sudut lebar ditambah adanya armrest yang juga menampung gelas karena adanya cupholder. Konfigurasi ini dapat diterapkan karena tak ada jok pada baris ketiga. Ya, CR-V RS e:HEV merupakan SUV berkapasitas 5 penumpang. Menurut Honda, mereka sengaja meyetelnya dengan tatanan itu karena ingin memberikan pengalaman berkendara lebih sporty. Selain itu, ruang bagasi jadi lebih luas untuk menampung banyak barang bawaan. Area lantainya pun dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan baterai. Wajar bila tak dipasangkan tempat duduk, selain jadi kurang nyaman ini akan mempengaruhi pengendalian karena bobotnya.
Harus diakui pengalaman berkendara CR-V RS e:HEV luar biasa. Setimpal antara kemampuan, fitur tertanam dan harga yang dibayarkan. Bahkan tetap memiliki value for money sangat baik. (Hfd/Odi)
Baca Juga: Test Drive Honda WR-V RS with Honda Sensing: Amunisinya Mematikan, Raize-Rocky Patut Waspada
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.