Dalam perkembangan electric vehicle (EV) di Indonesia, BYD juga merangsek masuk. Kali ini bukan menyuplai untuk armada taksi, melainkan benar-benar pasar kendaraan pribadi. Memang baru sebatas distributor. Tapi mereka punya rencana jangka panjang dengan berinvestasi besar membangun pabrik perakitan. Pergerakannya tergolong cepat dengan membuka jaringan sales dan aftersales, begitu pula 3 model dagangan pertama.
Termasuk BYD Atto 3 yang kamu coba ini. Ia mengisi kelas paling kompetitif SUV kompak nan ramai pemain. Kami coba dulu untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam perjalanan singkat dari Bandung ke Jakarta. Sebagai pengingat, sampai tulisan ini tayang belum ada harga buat Atto 3. Kami memperkirakan bisa sangat kompetitif di bawah Rp500 juta. Mungkin saja tak berbeda jauh dari Chery Omoda E5 senilai Rp498,8 juta. Perang harga benar-benar akan terjadi.
Unit yang kami coba tipe teratas Superior Extended Range. Versi yang dijual di sini ternyata memiliki perbedaan penampilan dari unit beredar di Malaysia dan Thailand. Bisa dikenali aksen sirip ikan di pilar D dikelir hitam glossy, bukan silver. Lalu emblem di bagasi bertulisan BYD saja bukan Build Your Dream.
Kalau melihat desain luar, Atto 3 terlihat paling simpel dibandingkan model BYD lain. Sehingga mudah diterima dan disukai. Tidak mencolok, tapi masih tampak aura elehan. Dimensi (4.455 x 1.875 x 1.616 mm) masuk SUV kompak. Namun masih lebih besar dibandingkan mobil sekelas seperti Honda HR-V, Mitsubishi XForce, Toyota Yaris Cross, bahkan sesama SUV listrik Chery Omoda E5 dan MG ZS EV. Wheelbase 2.720 mm juga terpanjang.
Interior terlihat memiliki karakter berbeda dengan eksterior. Pabrikan mengklaim sebagai interior mobil pertama yang dirancang dari konsep olahraga dan fitness. Beberapa komponen terinspirasi dari alat-alat gym. Bentuk dasbor disebut Muscle Streamline, menggambarkan otot-otot menyembul. Terlihat jelas dari garis-garis membentang sepanjang door trim hingga konsol tengah. Banyak lekukan berani, membuatnya futuristik seperti mobil konsep.
Contohnya ventilasi AC garis-garis vertikal mirip alat multi gym. Shifter transmisi disebut terinspirasi dumbbell. Lalu armrest yang idenya diambil dari treadmill. Gagang pintu grip-style dibuat estetik dan juga ergonomis digenggam tangan. Menyatu dengan speaker bulat termasuk juga ambient lighting yang pendarannya bisa menyesuaikan irama musik. Tak lupa 3 senar bass di door trim. Menariknya, semua material terasa mewah dan mahal. Tidak menimbulkan kesan mobil Cina yang identik murah.
Sebagai pemikat, BYD memberikan banyak gimik. Monitor layar sentuh 15,6-inci sebesar laptop jadi pusat perhatian di dasbor. Minim tombol-tombol, menjadikan segala pengaturan harus lewat layar sentuh itu. Posisinya bisa dirotasi horizontal atau vertikal. Bisa juga memerintah lewat voice command. Setelan ADAS pun juga harus lewat monitor itu. Masih ada lagi Portable Card Key. Jadi bisa membuka kunci pintu melalui lambaian kartu di spion luar pakai teknologi NFC. Anehnya, tetap disediakan keyless fob layaknya keyless biasa.
Posisi duduk sempurna mudah didapat berkat pengaturan elektrik. Setirnya pun ada tilt dan telescopic. Visibilitas ke depan luas karena dasbor rendah. Tapi agak sedikit terganggu jika monitor diposisikan vertikal. Meski terkesan high-tech, mengemudikan Atto 3 sama saja seperti mobil biasa. Asalkan adaptasi dulu mengenai peletakan tombol dan segala pengaturannya kalau tidak mau kebingungan.
Permanent Magnet Synchronous Motor memproduksi tenaga 204 PS dan torsi 310 Nm. Klaim pabrikan, 0-100 km/jam dalam 7,3 detik dan kecepatan puncak 160 km/jam. Tarikannya enak dan mudah menggapai kecepatan tinggi. Luapan torsi instan juga tereduksi dengan halus. Tidak ada hentakan kasar, akselerasi berlangsung mulus dan cepat.
Untuk varian Superior Extended Range ini, memakai baterai LFP buatan BYD sendiri. Kapasitasnya 60,48 kWh dengan kemampuan jelajah 480 km berdasarkan NEDC. Kami coba menguji berapa persen baterai habis dalam perjalanan dari Bandung ke Jakarta.
Perjalanan dimulai dari Jalan Riau dalam kondisi baterai 97%. Mengarungi kepadatan lalu lintas menuju Jalan Pasteur, masuk tol Cipularang dengan cara mengemudi senormal mungkin mengikuti arus lalu lintas. Kecepatan rata-rata 90-100 km/jam, sesekali 120 km/jam. Kemudian disambut kemacetan Jakarta menuju titik akhir diler BYD Arista di Sunter. Hasil akhir, baterai ada 61% dan tersisa jarak 325 km. Konsumsi energi rata-rata 17,7 kWh/100 km. Secara teori, rute Jakarta-Bandung pulang pergi bisa ditempuh tanpa perlu charging. Itupun masih tersisa untuk berkeliling kota.
Rasa berkendara juga terasa berkualitas tinggi. Kabin sangat kedap, bantingan pun termasuk empuk, enak buat penyuka berkendara santai dan santun. Pelek 18 inci tak membuat suspensi terasa kaku. Bahkan menurut kami terlalu empuk, terutama kaki-kaki belakang. Ketika melewati jalanan beton bergelombang, bokong terasa sedikit terombang-ambing. Peredamannya sebenarnya sudah enak, tapi rebound-nya kurang pas. Tapi handling masih mantap terjaga. Berkat konstruksi MacPherson Strut dan Multi-link di belakang.
Impresi awal mengendarai Atto 3 cukup memuaskan. Kenyamanannya jempolan, mulai dari kabin mewah, kedap hingga bantingan suspensi enak. Rasanya lebih pas membawa SUV listrik secara kalem. Sebab banyak fitur yang menunjang itu semua, terutama paket ADAS komplet. Paling berguna ketika perjalanan panjang, peranti adaptive cruise control dan Lane Keeping Assist (LKA). Bisa berkendara tanpa lelah dan penuh kesenyapan. (Odi)
Baca Juga: Test Drive Neta V
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.