Suzuki jagokan XL7 di pasar Low SUV 7-seater. Sekarang bisa dengan gamblang melawan Rush, Terios, BR-V sampai Xpander Cross. Formulasinya sama seperti Low MPV yang berubah jadi SUV. Semua jadi berwujud gagah, hasil merombak Avanza-Xenia, Mobilio, Xpander dan Ertiga. Berarti, XL7 membawa segala kelebihan yang ada di Ertiga. Itu sudah sebuah nilai plus.
Suzuki malah mengklaim, XL7 adalah mobil yang berbeda dari Ertiga. Secara keseluruhan, ada 211 komponen baru yang sengaja dibedakan. Dari luar mudah saja terlihat diferensiasinya. Namun komponen lain, mungkin saja tidak akan terasa signifikan.
Unit yang saya tes ini varian tertinggi Alpha matik seharga Rp 267 juta. Penilaian awal, valuenya sudah bagus. Dibanding lawan sesama tipe teratas, dia termurah kedua. Di bawahnya ada Daihatsu Terios Custom matik seharga Rp 266,5 juta. Selain itu, lebih mahal semua. Misalnya Toyota Rush TRD matik dibanderol Rp 276,6 juta, Honda BRV Prestige Rp 291,3 juta dan paling mahal adalah Mitsubishi Xpander Cross Premium Package matik sebesar Rp 292,7 juta. Bagaimana, layak dibeli bukan?
Membahas tampilan, sifatnya subjektif. Menurut saya bukanlah paling ganteng. Tidak sekeren Xpander Cross atau Rush sekalipun. Basis desain jelas diambil dari Ertiga. Lalu mengubah fascia keseluruhan, dengan mengganti bentuk lampu, grille hingga bemper. Ubahannya lebih niat ketimbang Xpander Cross sekalipun. Nah, desain Ertiga generasi sekarang memang kurang bisa diterima semua orang. Terlalu banyak kemiripan juga dengan ciri mobil lain. Itu bagian paling mengganjal.
Berubah jadi XL7, memang menambah derajat kemachoannya. Tinggal menempel ciri khas SUV ke bodi, jadilah sebuah crossover. Tapi elemen clading hitam dan roof rail juga dilakoni LSUV lain. Jadilah tidak ada ciri yang teramat istimewa. Malah bila dilihat sepintas, gampang tertukar antara XL7 atau Xpander Cross. Beberapa bagian ada persamaan. Paling kentara dari belakang. Bentuk lampu sama-sama model L. Lalu panel di antaranya dicat hitam. Paling jelas mirip, pilar D yang memberi efek atap melayang.
Itu memang soal selera. Tapi menarik bila mencari perubahan dari Ertiga. Desain jelas dapat penambahan aksesori SUV, berdampak dimensi lebih besar dari Ertiga. Ukurannya melar sedikit jadi 4.445 x 1.775 x 1.710 (PxLxT), berbanding Ertiga sebesar 4.395 x 1.735 x 1.690 mm. Karena tanpa menyentuh sasis, wheelbase tetap 2.740 mm.
Suzuki mengklaim ada penyesuaian pada suspensi XL7. Ground clearance naik jadi 200 mm agar kesan SUV lebih terasa. Meninggi 2 cm dibanding Ertiga. Meski diklaim ada rombakan suspensi, penambahan postur itu paling mungkin disebabkan ukuran roda yang membesar. Kalau Ertiga pakai pelek 15 inci dengan ban profil 185/65, XL7 dimodalo pelek 16 inci dan ban 195/60. Tapak ban lebar dan menebal, lumayan bikin postur menjulang. Urusan titik gravitasi meninggi biasanya menambah gejala limbung. Tapi dengan adanya setelan baru, seharusnya dapat diminimalisir.
Dari luar mudah dikenali sebagai tipe teratas. Ada dua warna baru mencolok khusus untuk Alpha: Rising Orange dan Brave Khaki. Perpaduannya dibuat kontras lewat permainan warna two-tone. Area pilar sampai atap dan spion, diwarnai hitam agar kesan gagah muncul. Ragam aksesori pun ditempel sebagai standar. Mulai dari door visor, rear upper spoiler, garnish chrome di plat nomor dan emblem Alpha.
Selebihnya sesuai tampilan basic XL7 yang seragam. Wajah tidak dibedakan dari tipe Zeta paling bawah. Lampu sudah LED lengkap dengan fog lamp. Cladding plastik hitam berpadu skid plate silver sudah jamak terlihat di mobil bergaya SUV. Lampu belakang LED ditambah light guides mengikuti gaya Ertiga tipe GX dan Ertiga Sport.
Well, setidaknya belum bosan melihat tampang XL7 di jalan. Sama seperti Xpander Cross. Tidak seperti Rush-Terios, apalagi BR-V yang semakin uzur.
Nuansa serbahitam menyambut tatkala masuk ke kabin. Dicomot dari kabin Ertiga Suzuki Sport sebelum diaplikasi juga oleh Ertiga GX. Bedanya, aksen kayu diganti pola serat karbon agar mengeluarkan kesan sporty. Hampir terlalu monoton kalau tidak ada hiasan aksen perak dan panel serat karbon itu. Kualitas material 11-12 dengan LSUV lain. Ada bagian sentuhan mewah, seperti balutan kulit di setir. Banyak juga pemakaian plastik tipis yang terkesan murah. Tak masalah. Toh tak berharap lebih. Sayang sebagai trim teratas, semua kursi belum terbungkus penuh kulit. Modelnya mengombinasikan dengan kain fabric di bagian tengah.
Duduk di kursi pengemudi terasa nyaman. Untuk ukuran postur saya setinggi 183 cm, punggung dapat disangga seluruhnya. Begitu pula bagian bawah paha. Berefek tidak terlalu melelahkan saat perjalanan jauh. Pengaturan lengkap, sampai bisa mengatur ketinggian. Buat saya, duduk di jok Ertiga paling enak dibanding Xpander Cross, BR-V dan Rush-Terios.
Kekurangan ada pada setir. Bentuknya sama seperti Jimny, hanya bagian bawah dibuat gaya flat bottom. Genggamannya mantap berbalut kulit dan sebagian plastik ala serat karbon, tapi tanpa pengaturan telescopic. Jangkauan akan terlalu jauh bila ingin memanjangkan posisi kaki. Jadi serbasalah. Belum lagi kurang tegak dengan bagian atas condong ke depan. Beruntung disediakan arm rest dengan ruang penyimpanan kecil di baliknya. Bisa menyandarkan lengan agar tidak melelahkan.
Kontrol AC sudah model tombol agar tidak ketinggalan zaman. Punya fitur auto climate dan heater juga, sangat cukup untuk iklim tropis. Di atasnya terpasang monitor layar sentuh 8-inci yang sudah standar dari tipe Zeta. Khusus Alpha, ditambah 2 tweeter depan agar suara dihasilkan lebih manjakan telinga.
Penggunaan platform baru Heartect, membawa dampak positif pada lapangnya kabin. Kursi baris kedua menyisakan banyak ruang kaki dan kepala lega untuk penumpang setinggi di atas 180 cm. Sandaran bisa direbahkan, dapat juga digeser maju-mundur. Tersedia pula arm rest di bagian tengah yang menambah kenyamanan.
Tapi kursi ketiga, bukanlah tempat yang nyaman diduduki. Ruang kepala sudah habis, begitu pula kaki. Itupun kursi baris kedua sudah dimajukan secukupnya. Area ini lebih cocok menampung anak-anak saja.
Imbas platform baru juga, tersisa ruang kargo ekstra dibanding Ertiga generasi pertama. Dalam keadaan semua kursi terbuka, masih ada spasi untuk membawa sepeda lipat 20 inci. Ertiga lama tidak bisa. Jika butuh area makin luas lagi, mudah saja melipat sandaran kursi baris ketiga yang terpisah 50:50 hingga rata lantai. Dalam mode ini, bisa menampung lebih banyak lagi sepeda lipat hingga koper besar. Empat sepeda lipat sekaligus bisa saja diangkut semua. Kursi baris kedua juga dapat dilipat rata agar bagasi makin mekar. Bisa dimanfaatkan menaruh kasur dan beristirahat saat touring jarak jauh. Semua serbapraktis. Masih ada ruang penyimpanan tersembunyi yang areanya cukup luas.
Penampilan bukanlah yang terbaik. Mengacu subjektivitas penilaian, tampang LSUV lain bisa dianggap lebih keren. Namun memilih XL7 tak melulu soal desain. Dibalik itu semua, tersimpan utilitas tinggi dan kenikmatan berkendara layaknya Ertiga.
Dalam laga LSUV, harga XL7 termasuk yang paling kompetitif. Suzuki Indomobil Sales (SIS) berani mematoknya beririsan dengan Ertiga. Berarti, fiturnya mudah dipastikan hampir serupa di Ertiga tipe tertinggi. Kalau hanya itu, tentu tidak ada sesuatu yang spesial dari sebuah XL7. Harusnya semakin lengkap dari Ertiga Suzuki Sport sekalipun.
Makanya menonjolkan fitur Smart E-Mirror di tipe Alpha. Perangkat spion dalam berfungsi sebagai monitor kamera di belakang dan menyorot bagian depan juga. Pandangan ke belakang tak kan terhalang kepala penumpang atau barang bawaan. Fungsinya pun sangat bermanfaat sebagai dashcam. Tinggal masukkan SD card, otomatis merekam sepanjang perjalanan. Bila memori sudah penuh, rekaman video lama ditimpa oleh yang baru. Menarik, karena cuma XL7 yang punya fitur ini di kelasnya. Berani lawan Terios yang dibekali kamera 360 derajat. Meski sebenarnya ini benda aftermarket yang bisa dipasang di mobil apa saja. Suzuki pun menjualnya sebagai aksesori resmi.
Selain itu tidak ada yang luar biasa dibanding Ertiga tipe GX. Untuk seharga Rp 267 juta, tergolong bijak. Masuk ke kabin sudah pakai keyless. Tinggal menekan tombol hitam di gagang pintu, masuk dan nyalakan mesin juga lewat tombol. Kekurangan yang masih ada sejak Ertiga lawas, fitur auto door lock belum jadi default. Harus selalu ingat pentingnya mengunci pintu secara manual sebelum beranjak jalan.
Head unit monitor 8 inci terbesar di kelasnya bersama BR-V Prestige. Interface enak dilihat dan mudah diakses. Banyak juga fungsi maupun koneksi. Mau mirroring ke smartphone mudah saja. Perlu download aplikasi EasyConnection dulu dan masih butuh sambungan USB atau wifi agar kedua display terhubung.
Saya suka ventilated cup holder di konsol tengah. Bagi penyuka minuman dingin sangatlah menolong. Di tiap baris juga tersedia power outlet untuk mengisi daya smartphone. Namun bukan berbentuk USB, jadi Anda butuh memasangkan USB charger lagi.
Itu saja, selebihnya sama seperti fitur Ertiga Sport. Peranti keselamatan dan keamanan standar seperti yang lain. Masih kalah dari Toyota Rush dalam jumlah airbag. Rush tersebar di enam titik, XL7 cukup dua di depan. Sistem safety aktif bertabur komplet. Mulai dari Antilock-Braking System (ABS), Electronic Brake Distribution (EBD), Electronic Stability Programme (ESP) dan Hill Hold Control (HHC). Aman, kendali mobil akan terjaga dari selip dan merosot di tanjakan. Mau parkir mundur, dipermudah monitornya lewat kamera belakang dan sensor. Kunci keyless juga disertai immobilizer serta sistem alarm.
Unit K15B yang juga dipakai Ertiga dan Jimny terasa menonjol. Output dihasilkan biasa saja, cenderung terdengar kecil. Total tenaga dihasilkan 104,7 PS di putaran 6.000 rpm dan torsi maksimum 138 Nm di 4.400 rpm. Lebih kecil dari Xpander Cross (105 PS/141 Nm), apalagi BR-V (120 PS/145 Nm). Bukan berarti pantas diremehkan. Faktanya berbanding terbalik dari data di atas kertas.
Di luar dugaan, mesin ini menyenangkan. Torqueband berkumpul di putaran mesin menengah. Sehingga tak perlu kickdown ke putaran atas untuk berakselerasi cepat. Hanya saja, tenaga mulai loyo ketika menuju 5.000 rpm. Beda dengan Xpander Cross yang kuat di rpm atas. Tak masalah, untuk ukuran mesin 1.500 cc tidaklah lemot. Akselerasi menuju 150 kpj masih tergolong padat. Sangatlah cukup, toh bukan mobil untuk kebut-kebutan.
Nikmat juga diajak cruising santai di sepanjang tol Cipali. Seandainya saja ada cruise control, pasti makin enak lagi. Putaran dapat terjaga di rentang ekonomis via rasio gear halus transmisi otomatis konvensional 4-speed. Rentang antarpercepatan cenderung lebar. Beruntung, torsi terasa hidup sejak di bawah 3.000 rpm. Usaha menyusul kendaraan pun kian mudah, tanpa perlu mematikan ovedrive maupun berpindah ke D3 atau L.
Hasil pengujian efisiensi bahan bakar jua menggembirakan. Berdasarkan hitungan Multi-information Display (MID), rute dalam kota dengan kondisi banyak menemui kepadatan, didapat 11,2 kpl. Ketika diajak melaju stabil 100 kpj di tol, rata-rata tercatat 18,8 kpl. Kondisi kombinasi, sanggup 15,5 kpl. Pakai metode full-to-full pasti ada friksi. Biasanya dikurangi 2-3 kpl dari hasil MID. Hasilnya masih dalam level ekonomis.
Matik 4-speed memang sudah teknologi lama. Masih konservatif dengan mekanisme torque converter. Namun masih jadi pertimbangan terbaik untuk segmen LMPV dan LSUV. Tetap relevan dipakai econobox harian yang tak butuh sensasi berlebih. Bandel dan mudah perawatannya, itu paling penting. Girboks otomatis XL7 masuk taraf nyaman tanpa hentakan mengganggu. Respons kickdown pun tak terlampau lamban.
Suzuki mengklaim 211 komponen beda dari Ertiga. Termasuk setelan suspensi baru untuk menyiasati ground clearance meninggi. Tak diketahui pasti apa yang berubah, tapi terasa sama saja. Nyaman, itu pasti. Bantingan dan redamannya salah satu yang terbaik di ke LMPV ataupun LSUV. Harus diakui Xpander Cross lebih enak, walau dalam selisih sedikit.
Berselancar di jalan tol juga bikin suasana rileks. Kaki tanpa memantul-mantul saat bertemu jalan tak rata, tetap stabil hingga kecepatan tinggi. Body roll akibat titik gravitasi tinggi tidaklah parah. Yang jadi sorotan adalah kebisingan ban standar bawaan pabrik. Setelah dicek, merek karet bundar dengan jenis eco tyre itu memang terkenal berisik. Padahal Noise, Vibration and Harshness (NVH) lain sudah tereliminasi dengan baik. Sekadar saran, segera ganti ban yang senyap bila ingin lebih nyaman lagi.
Lalu putaran setir terlalu ringan. Feedback minim terhadap permukaan jalan, lumayan mengendorkan kepercayaan diri saat melaju high speed. Minim rasa akibat power steering model elektrik, lumrah terjadi. Bahkan bobotnya lebih ringan dari Ertiga generasi pertama.
Ground clearance menjulang ke 200 mm, pantas menyandang titel sebagai SUV. Tidak sejangkung Rush-Terios (220 mm) dan Xpander Cross (225 mm) memang, terbilang mampu untuk menjamah medan off-road. Jalur tanah bebatuan dengan kontur variatif bukanlah masalah, asalkan masih taraf ringan. Bagaimanapun, XL7 berbasiskan sebuah MPV yang mengejar kenyamanan. Sasis monokok dan penggerak roda depan (FWD) dijamin kurang hebat bila nekat diajak mengarungi jalur berat. Kalau perlu mobil yang perlu mengakomodir dua alam, ada LSUV lain berkonstruksi sasis unibody plus penggerak belakang (RWD). Mereka lebih pantas dipilih.
Menyandang kembali nama XL7 tentu bukan hal mudah. Versi original dulu ialah sebuah SUV 4x2 sejati. Berpenggerak roda belakang (RWD), serta disokong mesin perkasa V6 2,5-liter. Meski bukan penerusnya secara langsung, kemunculan Suzuki XL7 sekarang tetaplah fenomenal. Walau datang terlambat, Suzuki Indonesia pantas mendapat sebagian porsi pangsa pasar yang amat kompetitif itu.
Value for money termasuk tinggi. Berapa yang Anda bayar, sesuai apa yang diharapkan. Fitur bawaan mencukupi kebutuhan. Belum lagi performa mesin 1.5L dan impresi berkendara paling menonjol di antara para kontender. Basis Ertiga adalah modal dasar tepat. Mobil keluarga dengan Utilitas dan fleksibilitas ekstratinggi, bertambah lagi kemampuan di alam terbuka. Jangan sungkan ajak berpelesiran lebih dalam, walau harus ingat keterbatasannya. (Odi)
Baca Juga: Review Toyota Corolla Cross Hybrid, Seberapa Irit Sih?
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.