Tidak salah PCX 160 dikatakan hampir baru seluruhnya. Juga tidak salah jika dibilang satu per satu komponen secara detail disempurnakan. Yang jadi pertanyaan, sejauh mana signifikansinya dibandingkan generasi lama? Tepat satu minggu kami uji motor ini di dalam kota. Memunculkan kesan suka-kecewa dari hasil yang diperoleh.
Sama sekali tidak mengecewakan. Urusan operasi besar jantung pacu membuahkan hasil. Jika Anda menimbang langsung dengan PCX 150, spesies anyar satu ini memiliki kemampuan signifikan. Di putaran bawah, mungkin terasa mirip. Gradual dan bertenaga. Tapi nyatanya makin teraktualisasi lagi di putaran menengah ke atas, alias kalau sudah masuk kecepatan tinggi.
Awalnya kami kira tidak bakal sebegitunya. Sebab saat memuntir gas pelan-pelan responsnya lembut serta linear. Khas PCX. Mengisi tapi tidak setajam rival. Cukup dkagetkan waktu panel digital menampilkan angka 65 kpj. Kalau PCX lama cenderung lemot di kecepatan itu, versi baru masih mampu teriak lantang. Terus menambah laju sampai angka 100 kpj. Menyenangkan. Bahkan setelah itu pun mesin belum menyerah, masih mau mendistribusi power ke CVT.
Karena itu bisa kami bilang berhasil. Paling tidak, kalau disanding generasi sebelum. Namun lain cerita kalau mau mengaitkan kompetitor utama, Yamaha Nmax. Betul secara data kertas ia memiliki output lebih besar. Tapi karena PCX belum memiliki sistem buka katup semacam VVA (Variabel Valve Actuation), respons ketajaman serta teriakannya belum sehebat itu. Meski, kami rasa sudah cukup apalagi sekadar buat motor harian.
Jika penasaran dengan data kertasnya, mesin PCX 160 naik kubikasi menjadi 157 cc dari sebelumnya 149 cc. Kode mesin pun berganti jadi eSP+. Menandakan ada perubahan besar di dalam situ. Hal yang juga penting, jantung SOHC sekarang memiliki empat klep dan naik kompresi ke 12:1. Serta ruang silinder komposisinya overbore, makanya tarikan di putaran atas jauh lebih mengisi. Untuk outputnya melonjak jadi 15,8 Hp di 8.500 rpm dan torsi terkerek ke 14,7 Nm pada 6.500 rpm. Serta dijejali teknologi bertajuk piston oil jet, untuk mendinginkan suhu permukaan piston bawah supaya lebih terkontrol.
Perlu digarisbawahi, hasil pengujian perihal CVT ini sifatnya masih berkelanjutan. Kami menguji total sekitar 245 km. Dan tidak terasa sedikitpun ada gejala menyendat. Atau sering disebut gredek oleh konsumen PCX lama. Lembut. Baik digas sedikit atau berakselerasi tiba-tiba, getaran itu nihil. Sangat nyaman digunakan.
Entah apa yang terjadi setelah 1.000 km atau lebih nanti. Perlu dibuktikan langsung secara jangka panjang. Lantaran di PCX lama pun hal itu baru terasa usai motor digunakan dalam waktu lama. Semoga saja tidak terulang. Sebab begitu mengganggu.
Dari penjelasan Honda sendiri, sesungguhnya memang ada revisi di bagian CVT. Bukan menerapkan mentah-mentah punya PCX lama. Dari mulai besaran pulley, sampai panjang belt makin lebar. Dan kecenderungan kotoran masuk ke kampas ganda sudah diminimalisir. Racikan itu diklaim bisa menghilangkan efek getar seterusnya.
Baca Juga: First Ride All New Honda CBR150R
Hal yang juga menyenangkan adalah konsumsi bahan bakar. Sepanjang pengujian tidak pernah kami memikirkan ingin berkendara efisien. Sesuka hati saja. Kadang berakselerasi tiba-tiba dan memuntir gas agresif. Melalui macet Ibu Kota, serta kadang berjalan konstan. Semua kondisi itu pula dilalui dengan fitur Idling Stop System (ISS) menyala.
Berapa hasilnya? Di MID, dengan jarak uji 100 km, menunjukkan angka 41,2 kpl. Alias terbilang hemat kalau berkaca dengan gaya mengendara dinamis tadi. Namun, petunjuk itu belum sepenuhnya akurat. Ketika kami tes – di saat bersamaan – dengan metode full-to-full, resultannya 38,9 kpl. Agak selisih 2 km lebih. Tapi paling tidak, sudah menjadi gambaran bahwa titik borosnya motor hanya di angka segitu. Sebagai informasi, tangki diisi oktan 92 setara Pertamax. Sebab pabrikan memberi standar PCX baru meminum bensin oktan 90+.
Tidak soal hematnya saja. Berkat perubahan sasis yang disederhanakan ruang tampung bensin bertambah. Kini, jumlah maksimalnya 8,1-liter. Alias kalau dikalkulasi dengan hasil pengujian kami, paling tidak dapat menempuh jarak 315 km sekali isi. Dan jika mengacu ke data klaim (45 kpl), harusnya bisa sampai 360 km lebih. Menarik.
Kombinasi sasis baru dan dimensi yang berubah memberi dampak pada handling. Juga rangkaian kaki-kakinya. Ada perasaan percaya diri ketika mengendalikan motor di tikungan. Atau bermanuver di jalan macet. Tangkas dan tidak menyulitkan. Dan berkat tapak ban melebar satu step, serta berkomposisi belang, grip ke permukaan aspal makin optimal. Variabel ini salah satu yang kami suka. Sebab tidak terasa limbung sama sekali.
Ya, bagi yang belum tahu di balik bodi cantik ada banyak perubahan. Terutama sasis bagian belakang disimplifikasi. Tidak lagi terlalu banyak palang, jadi lebih sederhana. Secara dimensi sebetulnya sedikit bertambah, tapi tidak berpengaruh banyak.
Selain itu, varian yang kami bawa memiliki sistem kontrol traksi, atau disebut Honda Selectable Torque Control (HSTC). Sesungguhnya motor sekelas ini tak begitu membutuhkan di jalan kering. Lantaran tenaganya tak bakal melontar berlebihan. Tapi saat dicoba di permukaan licin, baru terasa fungsinya. Ia cukup sensitif membaca gerak ban depan dan belakang agar tetap dalam satu putaran. Dan jika terindikasi selip, seketika ECU memerintah injektor elektronik mereduksi suplai bensin ke ruang bakar. Alhasil tak akan spinning. Cara pakainya pun sederhana, serta bisa dinyala-matikan.
Faktor selera. Preferensi masing-masing bisa berbeda. Namun kami melihat eksekusi wajah dan bentuk baru PCX serba proporsional. Pas, tidak kelewat membulat ataupun menyudut berlebihan. Sangat positif. Apalagi waktu menimaknya langsung. Kendati karakter elegan dan beberapa gembungan di panel tetap dipertahankan, fasad agak diberikan sentuhan sporty. Yang kami rasa inspirasinya datang dari Forza.
Pasalnya, tak ada lagi garis lampu mengkurva di depan. Semuanya dibuat serba mengotak. Dari ujung lampu sein sampai headlight tepiannya persegi. Komposisi mika lampu sama. Terdiri dari riting, DRL bersiluet L, hingga lampu LED sebagai sorot cahaya utama. Nah, kali ini lampu jauh diposisikan tepat di tengah. Bentuknya jajar genjang mengikuti sisa ruang dari headlight.
Dari samping kami pastikan Anda langsung dapat mengenali ia sebuah PCX. Lantaran tak begitu banyak berubah. Garis dek sampai panel samping belakang guratnya mirip. Namun diberi imbuhan menyiku menuju ke sadel. Tapi ketika melihat belakangnya, beda total. Dulu PCX memakai mika bening bersiluet X. Hal itu tak kembali diterapkan, garis lampu rem lebih dinamis dan modern dari sebelumnya.
Baca Juga: Review Yamaha Gear 125
Bukan tidak ada revisi. Suspensi mengalami ubahan dari generasi lama ke generasi baru. Kabarnya jarak main dan dimensi dual shock belakang lebih panjang. Demi mendapatkan respons redaman lebih baik. Namun, berulang kali diuji pun tak senantiasa membuat kami terkesan.
Keras. Tidak beda jauh dengan versi lama. Ketika masuk lubang-lubang kecil dan polisi tidur pendek mungkin belum begitu terasa. Tapi coba injak speed trap berulang kali, atau naik polisi tidur yang agak tajam dan tinggi. Seketika bantingan belakang terasa kaku. Tidak nyaman kalau digunakan sendirian. Hasil penyempurnaan ini tidak bekerja dengan baik.
Agak lebih baik kalau dibawa berboncengan. Kinerja shock belakang seketika terasa lembut. Meski melewati medan yang berlubang sekalipun. Atau entakan-entakan tajam kerap ditemukan di jalanan ibu kota. Beda. Tapi itu pun, tidak menjadikannya sempurna. Di beberapa momen, kami merasakan ada benturan – besar kemungkinan mentok. Padahal beban penumpang terbilang biasa saja.
Lain lagi yang depan. Ini sudah bisa dibilang nyaman dan sempurna. Karakter redaman fork teleskopik cukup lembut. Apalagi sudah ditambah mounting baru di bawah setang. Sehingga getaran makin terkurangi. Sudah bagus.
Peningkatan fitur elektronik memang cukup baik. Ia sekarang punya kontrol traksi, serta merevisi bagian soket daya menjadi tipe USB port. Lebih praktis menggunakannya tanpa perlu tambahan konektor. Belum lagi ruang simpan lacinya membesar. Dan bagasinya juga bertambah besar jadi 30-liter. Mampu memuat helm half face hingga full face, beserta barang keperluan harian. Lebih dari cukup. Kalau sisanya merupakan bawaan dari versi lama, seperti answer back system, keyless, serta anti-theft alarm.
Yang agak mengecewakan, justru terletak di aspek keamanan. Rem ABS masih menggunakan satu kanal di depan saja. Memang itu bagian krusialnya, tapi toh kompetitor bisa memberikan perangkat ini di dua cakram. Kami sempat menguji kemampuan rem belakang. Meski pakem, tapi tentu saja ketika dipencet habis dari keadaan kencang ban menyeret aspal.
Kedua, belum ada fasiltas koneksi gawai. Panel instrumen digital sekadar berganti display. Bukan menambah fitur. Hal ini lagi-lagi bisa diberikan oleh rival. Yang cukup berfungsi untuk memberi informasi lebih. Sekaligus menampilkan notifikasi telepon, SMS, hingga email.
PCX dibagi dalam tiga varian. Paling murah CBS, dibanderol Rp 30,35 juta OTR Jakarta. Ia tak dapat fasilitas HSTC dan ABS. Tapi soal kunci pintar dan Idling Stop System (ISS) sudah disediakan. Sama seperti yang lalu. Sementara pilihan warna ada empat: Wonderful White, Majestic Matte Red, Glorious Matte Black, dan Marvelous Matte Gray.
Varian kedua yang ABS. Ini menjadi perwakilan tertinggi di versi mesin konvensional, harganya Rp 33,95 juta OTR Jakarta. Tentunya dibekali paket komplet. Dengan pilihan tema Wonderful White, Majestic Matte Red, Briliant Black, serta Royal Matte Blue. Ditambah memiliki jok two-tone serta emblem PCX dengan warna tembaga. Ia langsung berhadapan dengan Nmax trim tinggi senilai Rp 33,750 juta OTR Jakarta. Sebab, Honda tak menyediakan rival untuk seri Nmax Connected (Rp 31 juta).
Terakhir, PCX e:HEV. Tak ada pesaing buat skuter hibridia ini. Dilego Rp 43,55 juta OTR Jakarta, dengan kelengkapan sesuai trim level ABS. Namun pastinya dengan tambahan motor listrik dan beberapa mode mengendara. Soal pengemasan berbeda di tema warna. Hanya ada satu opsi yakni Horizon White, yang juga memiliki jok two-tone dengan sentuhan warna biru pada emblem.
Satu-satunya hal paling mengganggu dari PCX 160 adalah suspensi belakang. Ada baiknya, para konsumen mengganti shock breaker aftermarket untuk mengobati kekurangan. Lantas perihal ABS satu kanal, koneksi gawai, sampai absennya sistem buka katup seperti VVA masih bisa ditolerir. Toh terbilang menunjang kebutuhan harian. Sisanya, kami bisa nilai penyempurnaan ini positif. Meski sebaiknya ke depan dieksekusi sampai rampung. (Hlm/Odi)
Baca Juga: Test Ride All New Yamaha Aerox Connected
Hak Cipta © Zigwheels 2014-2024. Semua Hak Cipta Dilindungi.